Oleh: ASDAR RAHMAT
ILAH
اَلسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَا تُهُ
PESANTREN DAN PENGALAMANKU
Keberadaan pesantrenku ku kini di
butuhkan oleh umat. Didalamnya berhimpun beragam ilmu sebagai hidup dimasa
depan. Para santri mendapat gembelengan dengan cahaya ilmu ,agar mereka dapat
meniti karir sebagai hamba ALLAH SWT yang gemilang didunia dan di akhirat.Demikian pula halnya
dengan pesantrenku yang berada di KALIMANTAN TIMUR tempatnya dikota TANJUNG
REDEB kecamatan SAMBALIUNG kabupaten BERAU .
Pada mulanya ,pesantren ini di bangun pada
tanggal 06 Agustus 2008,bentuk bangunan rumah tingkat yang terbuat dari
serpihan kayu .B angunan ini berdiri kokoh diatas sebuah danau .Sengaja
pesantren ku ini ,dibangun dengan bahan kayu untuk menyesuaikan kondisi
masyarakat yang menyatudengan alam . Bangunan fisiknya dibilang masihada kekurangan .Tetapi aku tidak memandang dari
sisi kekuranganya,akan tetapi aku memandang dari sudut pembelajaranya. Bangunan
ini di dalamnya terdapat 2 lantai, lantai atas dan lantai bawah lantai atas
untuk santri putri dan lantai bawah untuk santri putra .Bangunan ini terdapat
beberapa kelas - kelas unggulan,untuk
mwnambah fasilitas dalam menunjang ilmu ke depan ,pesantren AL- KHOLIL
membangun sayap di tempat lain ,yaitu denga bangunan masjid besar ,jarak
pesantrenku dari masjid kurang lebih 4 kilo meter ,letaknya berada di kampung
limunjan kecamatan SAMBALIUNG.
Munkin ada yang bertanya , Apa maknanya AL
– KHOLIL yang di pakai sebagai nama pesantren ? . .
. . .Menurut K H. SUHARI MUSTAJI pengasuh pondok pesantrenku . ‘’ AL –KHOLIL ‘’
Yang artinya kekasih pilihan, penamaan ini di karnakan dari sebuah mimpi
seorang guru dari K H . SUHARI MUSTAJI pengasuh pondok pesantrenku. Penamaan
ini juga di tujukan untuk menompa semangat belajar para santri , dalam mencari
ilmu dan melaksanakan ajaran nabi MUHAMMAD SAW. Demi meraih ridho allah S W
T.
Sebenarnya , pondok pesantren AL –
KHOLIL yang sangat amat sederhana ini
menyimpan banyak kenangan memory. Mulai dari santri yang sangat sedikit ,pada
awanya berkisar hanya di hitung dengan angka belasan saja ,semakin lama jumlah
santri di pondoku semakin meningkat perkembanganya ,hingga santri yang sampai
sekarang ini bisa di hitung dengan angka ratusan
Masyarakat disekitar sangat berantusias
menyambut pondok pesantren ini , mereka banyak berharap bahwa dengan adanya
keberadaan pondok pesantren di kota
mereka ini, akan memudahkan anak – anak atau generasi pemuda penerus, mengkaji
agama islam .Menurut ustadz IBNU UBAIDILLAH pengurus pondok pesantren AL – KHOLIL , memberi visi dan misi pondok
pesantren ini adalah “ANGGUN DALAM ILMU INDAH DALAM PRILAKU”.Menguatkan dan
melestarikan Aqidah Ahllussunnah Waljama’ah
Al – ASYA’RI AS – SYAFI’I dan
menjadikan anak - anak
yang mau belajar agama, serta menerapkannya dalam kehidupan di
masyarakat.
Materi yang di ajarkan di sini meliputi ilmu
– ilmu akhirat yaitu seperti ilmu al-
qur’an ,ilmu tauhid atau tassawuf , ilmu
akhlak, ilmu fiqih , ilmu nahwu dan
shorof , dan ada beberapa bahasa yaitu bahasa surga atau bahasa arab,dan bahasa
inggris.
Rata – rata para santri putra dan santri
putri ,berasal dari kampung – kampung
yang berbeda di daerah sekitaran
Berau ,dan tidak sedikit pula yang berasal dari sekitaran luar berau . pondok
pesantrenku ini ,termasuk pondok
pesantren yang bisa di katakan populer
dikalangan masyarakat berau dan
di luar berau.
Pesantrenku ini juga ada ekstara kulikulernya, salah
satunya bela diri dari cabang organisasi “ PAGAR NUSA “ yang di bawah naungi NU
(NAHDLATUL ULAMA’) .yang baru – baru saja ada di berau.
Kegiatan sehari
– hariku dilaksanakan sejak pagi buta ,
pukul dari jam 03.00 dini hari hingga
larut malam pukul jam 23.00WITA. Meliputi beberapa kegiatan berikut. Dan
berikut jadwal kegiatan dipondok pesantren.
Pulul 03.30 sholat lail atau sholat malam dan istighostah ,pukul 04.30
sholat subuh berjama’ah seluruh santri, pukul 05.00 kajian kitab ole pimpinan
pondok pesantren AL – KHOLIL ,pukul
06.00 piket bersih - bersih sesuai
jadwal piket ,pukul 06.30 sarapan pagi bersama , pukul 07.00 sekolah formal
sesuai tingkatan ,MI madrasah iftidayya, M Ts madrasah tsanawiyyah, MA madrasah
aliyyah,pukul 02.00 sholat dhuhur berjamaah semua santri , pukul 02.30 makan
siang bersama ,pukul 03.00 istrahat
siang di kamar masing – masing ,pukul 03.30 sholat ashar dan pembacaan surah
yassin berjamah semua santri ,pukul 04.00piket bersih - bersih sore sesuai jadwal piket , pukul
04.30 sekolah diniyyah Awwaliyah semua santri, pukul 05.30 persiapa
sholat maghrib berjammah ,santri i’tikaf di masjid ,pukul 06.00 sholat maghrib
berjamaah membaca surah Al- waqiah dan Al mulk bersama semua santri dan
sekaligus memegang Al – qur’an , pukul 06.50 menkaji Al – qur’an semua santri
sesuai kemampuan ,pukul 08.00 sholat isya dan sholat witir berjammah semua
santri , pukul 08.30 makan malam bersama , pukul 09.00 belajar malam wajib
sesuai dengan program yang di ikuti
misalnya ikut bahasa arab ,bahasa inggris ,dan kajian kitab belajar
bersama ,pukul 22.00 mengerjakan tugas sekolah , pukul 23.00 wajib dikamar
tidur malam semua santri di kamar masing – masing kecuali pengurusnya .
Begitulahhhh .
. . . .kehidupanku di sebuah penjara suci.Adapun
masa - masa bebasku yaitu hari – hari
tertentu misalnya hari jum ‘at , hari dimana aku mendapatkan waktu luang ,
untuk menenangkan pikiranku.Aku memegang kata – kata pengasuhku beliau berkata
“ saya ingin agar pesantren kami ini ,menjadi benteng Ahlussunnah Waljama’ah “
dan juga berpesan kepada umat islam , agar para orang tua tidak ragu memasukan
putra putri mereka kepesantren.Aku ingin pondok pesantrenku ini sebagai sarana
keselamatandunia dan akhirat ,bagi peneru penerusku nanti.
Semoga harapanku
pondok perantren ini di kabulkan oleh ALLAH SWT. Menjadi sarana pangkaderan
para santri ,yang meneruskan ajaran yang di bawa oleh rosululloh s aw .Semoga
pesantren – pesantren di indonesia , mampu menjadikan para santri – santri insa – insan mulia yang berguna dan
berkualitas dalam menghadapi perubahan zaman yang terkadang sulit di nalar oleh
akal sehat.
Diriku terinspirasi dari sebuah al kisah
antara santri dan pak kiayi,,,,,Di sebuah pondok
pesantren, terdapat seorang santri yang tengah menuntut ilmu pada seorang Kyai.
Sudah bertahun-tahun lamanya si santri belajar tapi dia merasa masih haus ilmu.
Akhirnya Kyai memutuskan memberinya serangkaian ujian untuk membuktikan bahwa
si Santri benar-benar sudah matang ilmunya.
Ujian pertama, kedua, dan ketiga sudah berhasil diselesaikan. Tinggal satu ujian terakhir yang harus dibereskan si Santri.
“Anakku, aku tahu ilmu kamu sudah sangat sempurna,”puji sang Kyai mendapati hasil ujian santrinya.
“Terima kasih Pak Kyai, tapi masih ada satu ujian yang harus saya taklukkan,”ujarnya gusar.
“Baiklah, ujian terakhir ini bisa dikatakan gampang-gampang susah,”ujar sang kyai penuh teka-teki.
Si Santri merasa tidak sabar ingin segera menyelesaikan ujian tersebut, karenanya dia terus mendesak agar Sang Kyai,”apa yang harus saya lakukan, Kyai?”tanyanya.
Perlahan Sang kyai membenarkan posisi duduknya, “baiklah, dalam tiga hari ini, aku ingin meminta kamu mencarikan seorang ataupun makhluk yang sangat buruk dari kamu, “ujar sang Kyai.
“Tiga hari itu terlalu lama Kyai, aku bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya,”jawab Santri penuh percaya diri.
Sang Kyai tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya.
Santri keluar dari ruangan Kyai dengan semangat,”hem, ujian yang sangat gampang!”
Hari itu juga, si Santri berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Di tengah jalan, dia menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang, dalam hatinya dia berkata, “ähay.. pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.”
Dalam perjalanan pulang Si santri kembali berpikir,”ah, kayaknya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dari aku dech, sekarang dia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan
Ujian pertama, kedua, dan ketiga sudah berhasil diselesaikan. Tinggal satu ujian terakhir yang harus dibereskan si Santri.
“Anakku, aku tahu ilmu kamu sudah sangat sempurna,”puji sang Kyai mendapati hasil ujian santrinya.
“Terima kasih Pak Kyai, tapi masih ada satu ujian yang harus saya taklukkan,”ujarnya gusar.
“Baiklah, ujian terakhir ini bisa dikatakan gampang-gampang susah,”ujar sang kyai penuh teka-teki.
Si Santri merasa tidak sabar ingin segera menyelesaikan ujian tersebut, karenanya dia terus mendesak agar Sang Kyai,”apa yang harus saya lakukan, Kyai?”tanyanya.
Perlahan Sang kyai membenarkan posisi duduknya, “baiklah, dalam tiga hari ini, aku ingin meminta kamu mencarikan seorang ataupun makhluk yang sangat buruk dari kamu, “ujar sang Kyai.
“Tiga hari itu terlalu lama Kyai, aku bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya,”jawab Santri penuh percaya diri.
Sang Kyai tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya.
Santri keluar dari ruangan Kyai dengan semangat,”hem, ujian yang sangat gampang!”
Hari itu juga, si Santri berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Di tengah jalan, dia menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang, dalam hatinya dia berkata, “ähay.. pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.”
Dalam perjalanan pulang Si santri kembali berpikir,”ah, kayaknya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dari aku dech, sekarang dia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan
hidayah hingga dia bisa
khusnul Khotimah, sedangkan aku yang sekarang rajin ibadah, kalau diakhir
hayatku, Allah justru menghendaki Suúl Khotimah, bagaimana? “Huuh… berarti
pemabuk itu belum tentu lebih jelek dari aku,”ujarnya bimbang.
Hari kedua, si santri kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan, dia menemukan seekor anjing yang menjijikkan karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.
“Ahay…akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dari aku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan, ”teriak santri dengan girang.
Dengan menggunakan karung beras, si Santri membungkus anjing tersebut dan memboncengnya ke rumah. Namun malam harinya, tiba-tiba dia kembali berpikir, “anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah dia lebih buruk dari aku?” Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka. Akhirnya si santri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.
Pada hari ketiga, Si santri mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba, dia tak jua menemukannya. Lama sekali dia berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan menemui sang Kyai.
“Bagaimana Anakku, apakah kamu sudah menemukannya?”tanya sang Kyai.
“Sudah, Kyai,”jawabnya seraya tertunduk. “Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,”ujarnya perlahan.
Mendengar jawaban sang Murid, kyai tersenyum lega,”alhamdulillah.. kamu dinyatakan lulus dari pondok pesantren ini, anakku,”ujar Kyai terharu.
Hari kedua, si santri kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan, dia menemukan seekor anjing yang menjijikkan karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.
“Ahay…akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dari aku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan, ”teriak santri dengan girang.
Dengan menggunakan karung beras, si Santri membungkus anjing tersebut dan memboncengnya ke rumah. Namun malam harinya, tiba-tiba dia kembali berpikir, “anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah dia lebih buruk dari aku?” Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka. Akhirnya si santri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.
Pada hari ketiga, Si santri mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba, dia tak jua menemukannya. Lama sekali dia berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan menemui sang Kyai.
“Bagaimana Anakku, apakah kamu sudah menemukannya?”tanya sang Kyai.
“Sudah, Kyai,”jawabnya seraya tertunduk. “Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,”ujarnya perlahan.
Mendengar jawaban sang Murid, kyai tersenyum lega,”alhamdulillah.. kamu dinyatakan lulus dari pondok pesantren ini, anakku,”ujar Kyai terharu.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah diatas adalah:
Selama kita hidup di Dunia, jangan
pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik/mulia dari orang ataupun makhluk
lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana akhir hidup yang akan kita jalani. Bisa
jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk
yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir
hayat, setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan
Dan
kisah yang ini”
Nafasku sudah mulai tak beraturan, keringat dingin menetes dengan derasnya ke seluruh tubuh. Huuhh.. Aku menyeka wajahku yang sudah penuh dengan peluh.. jemariku basah oleh keringat
“ayo jal.. Jangan kebanyakan berhenti.. Kita sedang diburu oleh waktu.. Acaranya sebentar lagi dimulai dan aku gak mau kita terlambat” katanya tegas.. terdengar ada sedikit bentakan disana
aku mengangguk lemah.. kemudian mendesis pelan.. perut dan dadaku rasanya sakit sekali, bukan karena efek lapar ataupun mulas tapi karena jantung ini memompa darah secara tak beraturan..
mendekati tempat tujuan debaran dadaku semakin tidak terkontrol… dugdugdugdugdug
“sial” gumamku pelan
“kaki ku rasanya lemas sekali zen”
“jal, kita sudah sangat terlambat sekali. kalau sampe ketinggalan AKU GAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN KAMU SEUMUR HIDUP” dia melotot kemudian menarik tanganku dengan kasar agar aku bisa menyamai langkahnya
dugdugdugdug.
aku menggigit bibir bawah yang terasa sedikit dingin. mataku mulai berkunang2.. dengan langkah yang sedikit terseok2 akhirnya kedua kaki ku sampai di depan gerbang utama lokasi tujuan
melihat ribuan orang yang sedang khusyu’ memanjatkan doa membuat kepalaku sedikit pusing.. ratusan karangan bunga berjejer sepanjang jalan menuju pesantren
bruk…
akhirnya aku jatuh terduduk.. kakiku bersimpuh tepat di pelataran pesantren.. kepalaku reflek menunduk, rak terasa kedua mataku meneteskan cairan hangat yang berwarna bening.. hatiku ngilu bak disayat oleh ribuan belati, bibirku gemetar sambil menggumamkan kalimat Istirja “Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un, Abah”
hatiku benar2 begetar hingga membuat kedua bibirku tak kuasa mengucapkan sepatah katapun. aku menghampiri zen yang sudah bersiap melaksanakan shalat jenazah, kemudian ikut bergabung menyolati dan mendoakan almarhum Abah.
Pukul 14:00 tepat. proses pemakaman pun dimulai. terdengar lantunan sholawat ya Rosulullah salamun alaik dari para ikhwan. dan tidak lama setelah itu lantunan sholawat yang bergema tersebut berubah menjadi kalimat tahlil secara berulang-ulang. sebagai santri kesayangan abah, aku diberi kehormatan untuk menyangga keranda. aku menghela nafas sejenak, suaraku mulai parau dan gak lama setelah itu tangisku pecah “Abah, semoga khusnul khotimah***
Nafasku sudah mulai tak beraturan, keringat dingin menetes dengan derasnya ke seluruh tubuh. Huuhh.. Aku menyeka wajahku yang sudah penuh dengan peluh.. jemariku basah oleh keringat
“ayo jal.. Jangan kebanyakan berhenti.. Kita sedang diburu oleh waktu.. Acaranya sebentar lagi dimulai dan aku gak mau kita terlambat” katanya tegas.. terdengar ada sedikit bentakan disana
aku mengangguk lemah.. kemudian mendesis pelan.. perut dan dadaku rasanya sakit sekali, bukan karena efek lapar ataupun mulas tapi karena jantung ini memompa darah secara tak beraturan..
mendekati tempat tujuan debaran dadaku semakin tidak terkontrol… dugdugdugdugdug
“sial” gumamku pelan
“kaki ku rasanya lemas sekali zen”
“jal, kita sudah sangat terlambat sekali. kalau sampe ketinggalan AKU GAK AKAN PERNAH MEMAAFKAN KAMU SEUMUR HIDUP” dia melotot kemudian menarik tanganku dengan kasar agar aku bisa menyamai langkahnya
dugdugdugdug.
aku menggigit bibir bawah yang terasa sedikit dingin. mataku mulai berkunang2.. dengan langkah yang sedikit terseok2 akhirnya kedua kaki ku sampai di depan gerbang utama lokasi tujuan
melihat ribuan orang yang sedang khusyu’ memanjatkan doa membuat kepalaku sedikit pusing.. ratusan karangan bunga berjejer sepanjang jalan menuju pesantren
bruk…
akhirnya aku jatuh terduduk.. kakiku bersimpuh tepat di pelataran pesantren.. kepalaku reflek menunduk, rak terasa kedua mataku meneteskan cairan hangat yang berwarna bening.. hatiku ngilu bak disayat oleh ribuan belati, bibirku gemetar sambil menggumamkan kalimat Istirja “Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un, Abah”
hatiku benar2 begetar hingga membuat kedua bibirku tak kuasa mengucapkan sepatah katapun. aku menghampiri zen yang sudah bersiap melaksanakan shalat jenazah, kemudian ikut bergabung menyolati dan mendoakan almarhum Abah.
Pukul 14:00 tepat. proses pemakaman pun dimulai. terdengar lantunan sholawat ya Rosulullah salamun alaik dari para ikhwan. dan tidak lama setelah itu lantunan sholawat yang bergema tersebut berubah menjadi kalimat tahlil secara berulang-ulang. sebagai santri kesayangan abah, aku diberi kehormatan untuk menyangga keranda. aku menghela nafas sejenak, suaraku mulai parau dan gak lama setelah itu tangisku pecah “Abah, semoga khusnul khotimah***
8 tahun lalu, aku pernah hidup disini bersama dengan zen dan ikhwan2 lainnya untuk menimba ilmu agama. berbekal beberapa pasang baju, sarung, songkok, dan tekat yang kuat aku berangkat ke sebuah kota kecil yang ada di pelosok Jawa Tengah. aku ingat sekali, waktu itu abi menepuk2 bahuku untuk menguatkan, sedangkan ummi memelukku sambil menangis tersedu mengingat anak semata wayangnya akan pergi merantau meninggalkan kampung.
aku menaiki bus dengan langkah gontai kemudian segera menuju tempat duduk milikku. ku tengok kedua orang tuaku yang sedang melambaikan tangannya. ummi masih saja menangis sedangkan abi tersenyum getir sambil memeluk bahu milik ummi. ku tarik korden yang ada disampingku untuk menutupi kesedihanku.. Aku tidak ingin abi dan ummi melihat ku
aku menangis sendu
namaku Rizal Ar Rayan, seorang anak kampung berusia 13 tahun yang diharuskan oleh abi untuk menimba ilmu agama di pesantren. sebelum ini aku tak pernah pergi jauh tanpa didampingi oleh orang tuaku, tapi kali ini aku harus membelah selat dan melalui jarak ribuan km tanpa mereka. aku bukannya lemah ataupun manja, tapi aku masih terlalu kecil. aku belum mampu untuk hidup sendirian di tanah rantau. jangankan hidup sendiri, untuk urusan mengelap ingus saja terkadang aku masih suka belepotan apalagi harus mengurus diri tanpa abi dan juga ummi.
aku tipe anak pendiam, yang gak bakalan ngomong kalau gak ditanyai. di kampungpun aku juga jarang sekali pergi keluar setelah pulang sekolah. bukan karena aku tak ada kawan, tetapi aku lebih senang menikmati dunia dengan caraku sendiri. tubuhku kecil dengan BB 45 kg dan tinggi 165cm. kulitku hitam bersih, hidungku mancung, mataku terkesan agak sayu dengan alis yang tebal, kata kawan wanita bibirku tipis sekali. sebenernya aku gak ganteng, tapi orang2 bilang kalau aku manis dan enak jika dipandang. entahlah…
***
pertama kali aku menginjakkan kaki di pesantren ini, hatiku digelayuti oleh rasa takut. aku takut tidak bisa beradapptasi, aku takut tidak bisa menyerap semua kitab yang diajarkan oleh Abah pondok, aku takut mengecewakan abi dan ummi jika nilaiku jelek, dan aku takut dimusuhi oleh teman2ku karena aku tidak berasal dari daerah yang sama dengan mereka. tapi semakin lama, aku justru semakin mantap bahwa pesantren adalah satu2 nya tempat yang tepat untuk menimba ilmu agama
sebenarnya kegiatanku disini benar2 monoton. Sujud, mengaji kitab, sekolah formal, sekolah diniah, hafalan kitab, setor hafalan, kemudian tidur. dari pagi sampai pagi lagi, waktu ku gunakan untuk belajar dan hafalan. aku sendiri sampai lupa bagaimana rasanya menyenagkan diriku sendiri dengan menonton televise atau pergi bermain ke tempat rekreasi, sebab bagiku mengaji dan hafalan kita sudah mampu untuk menembus tingkat kebahagiaanku yang paling tinggi.
suatu pagi di pertengahan bulan oktober
Zen berlari dengan kencang dari ujung koridor kemudian berhenti tepat didepanku. dia nyengir lebar kemudian menyerahkan sepucuk surat berwarna biru laut kepadaku. memang tradisi surat menyurat dii pesantren sudah lazim dilakukan. pertama karena memang kami tidak diperbolehkan membawa HP, yang kedua karena asrama dan sekolah antara pondok putra dan putri jauh.
“noh.. dapat surat lagi dari fans Jal” katanya
“dari siapa Zen? jawabku bingung sambil meraih surat yang ada ditangannya
“embuh (gak tau) Jal. tadi sih Kang Chanif yang kasih. katanya buat kamu gitu,, tapi gak bilang dari siapa” jawabnya cuek
“hmm oke, makasih Zen”
aku berjalan masuk ke dalam kelas sambil membuka amplop surat yang berwarna biru muda itu, sebelum ku ambil isinya ku bolak balik amplopnya,\ terlebih tau, berusaha mencari nama si pengirim surat. tapi berkali-kali ku balik, aku tetap tidak menemukan nama pengirimnya. ku ambil surat itu kemudian ku baca perlahan2 isinya.
aku terbelalak, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja ku baca. ku ulang sekali lagi, takut jika saja ada kata yang terlewat hingga mengubah maksud dari si pengirim. aku memang sudah terbiasa mendapatkan surat seperti ini dari santri putri. tapi kali ini aku terkejut, seolah tak percaya ketika tau siapa pengirimnya
“hahhh.. masa sih” aku mengucek mata sekali lagi. total tiga kali sudah aku selesai membacanya
“kamu kenapa sih Jal, kaya orang bego” zen melirik ku. mungkin merasa terganggu dengan ucapanku yang sedikit keras
“ini” aku menyodorkan surat itu kepada zen
“hahh seriusan ni kang chanif, Jal?” ucapnya setelah membaca surat itu
“enggak tau” aku menggeleng lemah
“sikat aja sih Jal. seorang Kang Chanif loh Jal. banyak yag pengen jadi adiknya. aku aja mau kalau dia nawarin” katanya bersemangat
aku terdiam. memikirkan jawaban yang pas atas pernyataan dari Kang Chanif di surat itu.
kang Chanif adalah kakak kelasku. putih, tinggi, dan ganteng, itulah kesan pertama ketika bertemu dengannya. seorang ketua OSIS sekaligus sebagai Lurah pondok di Pesantren. sering mengikuti lomba akademik di luar sekolah dan selalu saja juara. anak paling pandai di Pesantren hingga kini di usia segitu dia sudah hampir menyelesaikan hafalan kitab dengan 1k syair. banyak orang yang kagum dengan Kang Chanif, entah itu laki2 atau wanita. sering mereka berkhayal menjadi adik Kang Chanif,, tapi sampai pada detik ini dia sama sekali tidak memiliki satupun “adik asuh” di pesantren.
kini di tangan sebelah kiriku, aku memegang surat dari Kang Chanif. dia memintaku secara resmi menjadi “adik asuhnya”. disini memang sudah umum ada hubungan "kakak adik" seperti ini , entah karena suka ataupun kagum.
sepulang sekolah nanti aku harus menemui kang Chanif, memberikan jawaban dari permintaan yg sudah dia tuliskan.
“Kang Chanif, Kang” panggilku sambil berlari mengejar Kang Chanif
dia menoleh, kemudian tersenyum ketika melihatku berlari2an “ada apa Ijal?” tatanya lembut. tutur kata kang Chanif selalu saja sopan, dan tatapan matanya memang selalu meneduhkan
“emm ini kang.. anu” aku menggaruk kepalaku. grogi
“ada yang mau disampaikan kepada saya? kok sampe lari2an seperti itu”
“hmm anu kang. masalah ini” aku mengeluarkan isi surat itu dari kantung kemejaku
“oh, itu. kirain ada apa kok sampai lari2” dia terkekeh “gimana Jal? kamu bersedia?” tanyanya kemudian. aku memandang wajahnya sekilas, kemudian mengangguk
“Alhamdulillah Jal, semoga kita bisa menjadi saudara sampai Jannah sana ya” kami berjabat tangan sebentar kemudian bergegas masuk ke dalam majelis untuk mengaji kitab
Semenjak menjadi “Adik” dari Kang Chanif perubahan pesat terjadi pada diriku. aku jadi lebih semangat dalam mengaji dan juga berangkat sekolah. aku termotivasi dengan apa yang sudah dicapai oleh kang Chanif. terlebih lagi kang Chanif perhatian sekali denganku. sering membelikanku makanan, mengambilkan pakaianku yang suudah kering dijemur, merawatku ketika sedang sakitdilindungi, dan dajari ketika ada kesulitan pelajaran. bagiku Kang Chanif ini sebagai pengganti Abiku sekaligus ummi.
suatu malam ketika aku sudah terlelap disamping Zen pintu kamarku tiba2 terbuka. ada orang yang mengendap2 masuk kemudian tidur disebelahku. awalnya dia hanya menempelkan badannya kepadaku, tapi lama2 dia menekankan pantatnya kepadaku sambil memelukku dengan kencang
“astaghfirullahal’adzim” aku terperanjat
aku kemudian berlari dan menekan saklar lampu.
“haahhh kang Chanif” kataku tak percaya. dia terdiam kemudian tersenyum
“ada apa Jal? sesak ya tadi” katanya tanpa rasa bersalah
“apa yang kang Chanif lakukan terhadapku ” kataku membentak. kaki ku sedikit gemetar dan suaraku tercekat
“tidak ada” jawabnya enteng
“jangan bohong kang ! aku tau apa yang kang Chanif lakukan, dan itu tidak sopan” aku kembali membentak meskipun suaraku sedikit bergetar
“ada apa ini?” kang Rozaq (pengurus pondok) membuka pintu kamarku, dan seketika itu juga kawan2 satu kamarku terbangun semuanya
dengan bibir bergetar karena amarah dan mata yang sudah mengeluarkan air mata aku menceritakan apa yang sudah kang Chanif lakukan terhadapku
“halah gitu doang kan? biasa aja sih Jal. kirain apaan” kata si kang Rahmad sambil mengucek mata
“Chanif, Rizal ikut saya ke majelis. yang lainnya tidur” kata kang Rozaq
dengan tatapan benci dan amarah yang sudah meluap aku mengikuti kang Rozaq ke majelis. sampai di Majelis bukannya ditenangkan tapi aku malah dibikin semakin marah. ku pikir Kang Rozaq mau memarahi dan mentakzir kang Chanif, ternyata aku keliru. saat itu kang Rozaq hanya mengatakan bahwa hal itu sudah sering terjadi di pondok pesantren dan nanti akan hilang dengan sendirinya.
aku keluar dari majelis sambil membanting pintu. ku rapalkan sumpah serapahku untuk menutupi rasa kesal yang saat ini sedang aku rasakan.
“Jal, maafin aku” Kang Chanif mencegatku ketika aku ingin masuk ke dalam kamar
“maaf? kau pikir aku lelaki apaan Kang ? pemuas nafsumu?” gigiku gemertak. ingin sekali ku tonjok muka sok polosnya. NAJIS!
“maaf aku kelepasan jal. maklum habis mimpi basah” katanya
“NAJIS KANG.. ISTIGHFAR SERIBU KALI KANG. MINTA AMPUN SAMA ALLAH” aku mendorongnya sampai terjatuh kemudian masuk ke dalam kamar
aku meringkuk di pojokan kamar, mengingat2 hal apa yang baru saja aku alami.. “sialan memang itu si Chanif. jadi itu alasannya kenapa dia ingin aku jadi adiknya”
“sudah lah Jal tidur. besok kita harus sekolah” Zen membujukku
“aku tidak terima Zen”
“kata kang2 yg disini sih dia tidak berniat merusakmu. dia habis mimpi basah pasti, disini memang wajar seperti itu. melampiaskan hasrat kepada teman, karena tidak ada objek lain”
“hah gila kau Zen, sudah meledak ya otakmu” aku membelakanginya kemudian mengabaikan apa yang sudah dia katakan
selama beberapa hari ini aku mendiamkan kang Chanif. aku masih merasa tidak terima atas apa yang sudah dia lakukan. meskipun setiap bertemu dengan ku dia minta maaf, tapi rasa sakit itu masih saja menggelanyuti pikiran dan juga hatiku.
malamnya pikiranku benar2 kacau. sepulang sekolah tadi, zen mengajakku ke warnet dan memperlihatkan padaku film 20++. awalny aku menolak untuk ikut menonton, tapi lama2 penolakan itu kalah dengan rasa penasaran yang muncul dipikiranku..
kini rasanya alat kemaluanku keras sekali,pikiranku membayangkan adegan yang ada di film tadi.
“zen zen” aku memanggil2 zen tapi dia tak bergeming
ku putuskan untuk pergi keluar kamar, mencari udara segar agar pikiranku tidak gila. dingin juga ternyata malam ini.
“jal.. woy ijal” ku dongakkan kepalaku, Nampak ada kang Mustofa memanggil namaku “sini jal, ngopi2 lah kita”
aku mengangguk kemudian bergegas menuju kamarnya. ngopi mungkin bisa membuat pikiranku sedikit rileks
sampai disana aku kemudian mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. semua santri sudah tertidur. hanya tersisa aku, kang mus,kang Chanif, dan juga kang Adi
melihat kang Chanif aku jadi teringat kejadian beberapa waktu lalu. dia kemudian menatapku dengan tatapan sendunya, kemudian tiba2 terlintas ide konyol di pikiranku.
“kang, jangan tidur dulu” kataku
“ada apa ijal?” tanyanya. aku diam, tapi sebelah mataku mengedip, mengisyaratkan sesuatu kepadanya.
setelah kang Mus dan Kang Adi tidur aku mendekati kang Chanif. tanpa pikir panjang ku cipok pipi sebelah kanan milik kang chanif. dia diam dan tidak melawan sedikitpun. setelah itu dia memelukku dengan erat. dan aku lupa siapa yang awalnya mendahului, yang ku tau kini ak dan kang chanif saling menggesek2kan alat kemaluan di sela2 paha sampai kami puas dan mencapai klimaks.
paginya ketika aku terbangun, ku lihat sudah tidak ada kang Chanif lagi. aku keluar kamar kemudian mencari kamar mandi yang kosong untuk mandi.
selesai mandi, aku turun ke ruang makan ada kang Chanif disana. dia tersenyum kemudian berbisik “apa yang sudah kau lakukan padaku jal?”
“KAMPRET” haha aku tertawa
mulai dari malam itu ketika aku atau kang Chanif sedang “tinggi” kami pasti mencari satu sama lain dan melakukan perbuatan bejat itu
sampai pada akhirnya aku tau kang Chanif berjalan berdua dengan seorang akhwat ke sebuah Mall. mereka saling bergandengan, dan terkadang kang Chanif merangkul bahunya. entah kenapa melihat hal itu hatiku rasanya sakit sekali. ada sayatan2 kecil yang mencoba untuk melukai hati. ribuan jarum menembus dada dan ratusan semut hadir hanya untuk menggerogoti setiap bagian hatiku... perih sekali
mataku tiba2 mengeluarkan air mata.. dan nyata sepulang dari membuntuti kang Chanif aku menyayat pergelangan tangan kiriku dengan silet. Otakku beku.. hatiku hancur. aku merasa dihianati. aku disakiti. aku dihempaskan. aku aku aku……
gelap.. semuanya menjadi gelap.. selamat tinggal kang Chanif…
***
ruangan ini terang sekali. semuanya berwarna putih.
mataku masih sangat berat sekali.. tapi aku penasaran saat ini aku ada dimana
dengan susah payah ku buka mataku
dan clengclengcleng bumi rasanya berputar
ku pegangi kepalaku dengan kedua tangan.. auhhh.. apa ini
selang jarum
“aku dimana?” kataku
“Alhamdulillah nak, kau sudah bangun?” suara lembut itu membelai gendang telingaku
“Abah..” kataku lemah “aku ada dimana?”
“kamu di rumah sakit nak. Mustafa menemukan mu tergeletak di samping pintu kamar. ada apa nak ?”
“abah.. aku berdosa abah. aku sudah menghianati Allah abah” suaraku lirih, tercekat ditenggorokan
“apa yang terjadi padamu?” abah bertanya sekali lagi
dengan berat hati, aku ceritakan semuanya kepada abah. dan seketika itu juga wajahnya memerah menahan amarah. beliau geleng2 kepala mengisyaratkan bahwa apa yang aku lakukan sudah terlewat batas
“taubat nak.. angan diulang. Sungguh apa yang kau lakukan itu tidak disukai oleh Allah. tinggalah bersamaku di ndalem. nanti aku akan membimbingmu untuk melakukan taubatan nasuha”
aku mengangguk
setelah itu aku ikut dengan abah tinggal di ndalem. melakukan taubatan Nasuha dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. aku lebih rajin mengaji dan hafalan hingga mudah untuk melupakan kang Chanif
“terima kasih abah..karenamu aku bisa menjadi orang yang kembali ke jalan yang lebih lurus”
diriku. . . . sudah sejak lama
berada di pesantren , aku di pesantren bukan karena orang
tua ku ,tapi kemauan dari diriku sendiri ,namun kebanyakan dari ocehan – ocehan
temanku mereka mengatakan “Aku disini bukan karena kemauan ku tapi karena
kemauan dari oarang tua ku”.dari hati
kecilku berbisik “kenapa kalian tidak berterima kasih kepada oranga tua kalian
, yang sudah memberikan pandangan untuk kemasa depan yang lebih baik . . . . “ Kebayakan dari mereka karna ter paksa oleh orang tuanya ,Terkadang
aku bertemu dengan kawan yang seperti itu ,tekadang aku menasehatinya untuk
memberi arahan supaya terbiasa dengan hal yang baru , banyak dari kawan – kawan
ku tidak betah di pondok , dikarnakan ada yang bilang karena kondisi lingkunganya ,misalnya dari
segi pola makan , terkadang makanannya
kurang mendukung selera ,katanya” . . .
.berbeda dengan yang di rumah ,dirumah tuhh...enak bisa nambah ...bisa ambil
sendiri ...sesuka hati , tetapi di pondok ini..aduhhh..berbeda sekali dengan
yang dirumah ,ini...makanya aja harus di bagikan ,terus harus antri antara satu sama yang lain . . . .” Aku
bilang”. . . begitulah seorang santri yang hidup di penjara suci ,selalu ada aturan
- -aturan yang selalu menghalang untuk
melakukan kebebasan ..”Dan dari segi tempat tidur kata kawanku”...kenapa tempat
tidurnya seperti ini? . . . . . yang nggak layak betul untuk membaringkan
tubuhku ke atas lantai ,hanya dengan beralaskan tikar, dan sekain sarung ,untuk
menyelimuti tubuhku, . . . .dengan
bantal yang beralaskan sebuah tangan yang di rapat kan , lalu ditaruh di
sebelah pelipis kanan ku ,dan ketika malam
. . begitu bisingnya.... aku mendengar suara – suara yang membuat ku gelisah ...dalam tidurku ,
entah itu seekor nyamuk atau suara – suara dengkuran dari teman – temanku
...sangat amat jauh berbeda dengan rumahku, dengan yang sekarang ini aku
membaringkan tubuhku,,ketika aku di rumah tidurku beralaskan kasur busa, yang
membuat tidurku nyenyak.....dan dilengkapi sebuah televisi kipas angin dan sebagainya. . . .” “begitilahh...denganku yang sudah sejak lama berada di penjara suci
,merasakan betapa jauhnya perbedaan antara rumah ku dan penjara suciku . . . .”
Semua itu bagiku ,merupakan tantangan sang pejuang hidup,untuklebih baik kemasa
depannya.Dari dibalik semua tantangan atau rintangan itu, merupakan sebuah
hikmah yang harus bisa diambil nahhh . .
. . . itu mungkin sedikit dari cerita temen ku . . . . . . .
Aku punya
pengalaman seru ,yang hanya akan di alami sama santri pondokan. Katanya pondok
selalu identik dengan lingkungan tak bersih ,yang biki gatal – gatal dan juga
hidup prihatin,dengan segala keterbatasan ,sebenarnya bagiku nggak segitunya
juga . Ada banyak pondok pesantren
moderen yang lebih nyaman dari rumah sendiri, tetapi bagiku nggak semua orang mampu
mondok di tempat tersebut ,,sehingga solusinya adalah memilih pesantren yang
biasa – biasa saja ,yang tak terlalu mewah , yang ad di pinggirang kota nggak
masalah ,,yang penting bagiku ilmunya dan pengalaman seru yang pernah aku
alami.Penggalaman ini susah di temukan di pesantren yang lain.Selain di
pesantrenku , contohnya banyak mulai dari mematuhi segala peraturannya,
terutama aturan soal pergi keluar lingkungan
pesantren , tetapi namanya anak pesantren , kadang masih nekat juda pergi
keluar. Walaupun alasannya sebenarnya sangat sepele ,entah itu pura - pura minta izin mengerjakan tugas di WARNET dan lain sebagainya .Nan . . .ini karena bertentangan dengan beraturan ,
maka aku pun harus keluar dengan cara sembunyi – sembunyi. .Di pesantren ku . .
.aturan yang paling di tekankan sekali adalah santri putra dan santri putri
pasti di pisah ,Tapi yang namanya aja anak muda ,ya. . . pasti ada bandelnya
juga. . .Santri tetap mencari celah untuk berintraksi,dengan lawan jenisnya .
Kebayangkan . . . gimana? . . .kisah
cinta di dalamnnya ?. . . .
Meskipun aku
anak pesantren ,tetapi soal cinta aku
juga sama . Aku biasanya jatuh hati terhadap santri putri ,tetapi ini tehubung
lingkungan pondok, sudah jelas ada
larangan berpacaran di pesantrenku, juga nggak boleh memegang
handphone,,,,,.lalu bagai mana cara untuk mengungkapkan isi hatiku ?@_@. . . .
.tentu saja aku memakai surat ala santri .Aku teringat dengan sebuah AL - kisah ini“Nisa, ini kamar kita. Dikamar ini hanya kita berdua. Kamu
tau kan, ini bukan pesantren besar. Dipesantren ini hanya ada 20 kamar dan
setiap kamar hanya diisi dengan 5 santri saja.”
“Lalu kenapa hanya Ukhti yang tinggal sendiri?” Tanyaku.
“Sebenarnya kamar ini khusus untuk santri senior. Dulu dikamar ini malah lebih dari 5 santri. Tapi seiringnya waktu, mereka meninggalkan pesantren ini, karena mereka harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Mereka telah menikah Nisa.” Terang ukhti Ila kepadaku.
“Kalau ukhti, kapan nikahnya?” Candaku , sambil meletakkan pakaian ke lemari.
“Ukhti masih sekolah Nisa. Ukhti juga masih ingin melanjutkan sekolah kelak. Ya, do’akan saja lah.” Jawab Ukhti Ila dengan senyum manisnya.
Ukhti Ila memang gadis yang baik. Dia mudah sekali untuk akrab denganku. Aku bersyukur, hari pertamaku dipesantren, aku sudah mendapatkan sahabat sekaligus sosok kakak bagiku yang sungguh baik.
Hari-hariku dipesantren terasa indah. Saat ini aku duduk di kelas 1 aliyah. Atau yang biasa dikenal dengan istilah SMA. Karena aku tergolong baru dengan ilmu-ilmu pesantren, aku cukup kesulitan dalam mempelajari kitab-kitab yang notabennya menggunakan bahasa arab.
Alhamdulillah ukhti ila selalu membantu ketika aku kesulitan dalam mempelajari sesuatu, termasuk kitab-kitab itu. Ukhti Ila saat ini duduk di kelas 3 aliyah. Dia cukup pintar di pesantren ini. Banyak prestasi-prestasi yang ia peroleh. Selain itu ukhti Ila juga baik sekali denganku. Ia yang selalu memberi semangat untukku ketika aku merasa lelah dengan kegiatan-kegiatan pesantren, ia juga yang selalu menghiburku ketika aku rindu dengan keluargaku. Sungguh ku beruntung telah mengenalnya.
**
Hari ini hari minggu. Seperti umumnya, sekolah libur. Kegiatan pesantrenpun baru dimulai sore hari. Waktu lenggang ini digunakan para santri untuk beberapa hal. Diantaranya, ada yang memanfaatkan waktu lenggang ini dengan belajar, ada yang mengaji, ada yang mencuci dan bahkan ada yang memanfaatkan waktunya untuk tidur.
“Pakaian sudah ku cuci, belajar sudah, mengajipun sudah. Lalu aku harus apa ya?” Gumamku sambil mencari kesibukan.
Aku memang orang yang tidak bisa untuk tidak melakukan sesuatu. Karenanya aku selalu ingin mencari sesuatu untuk menyibukanku. Terlihat ukhti Ila berjalan di depan pintu. Aku berteriak memanggilnya.
“Ukhti…. ”
Ukhti ila yang mendengar panggilanku langsung berbalik arah ke tempatku memanggil.
“Ada apa Nisa?”
“Ukhti mau kemana?”
“Mau membantu Umi Sarah menyiapkan tasyakuran untuk putra bungsungnya yang baru datang dari Al-Azhar Cairo”
“Nisa boleh ikut ndak ukhti?” Tanyaku dengan penuh harap.
“Nisa, kamu santri baru, ndak enak kalau sudah menyuruhmu ”
“Sudahlah ukhti. Lets go.” Langsung kutarik tangan ukhti ila untuk bergegas menuju rumah Umi Sarah yang letaknya tidak jauh dari kamar kami.
“Assalamu’alaikum Umi”
“Wa’alaikumsalam. Lho ada neng Nisa, ada perlu apa Neng?” Tanya umi Sarah kepadaku.
“Maaf Umi, Nisa yang memaksa” Jawab ukhti Ila dengan perasaan bersalahnya.
“Nisa ingin ikut membantu umi disini, Nisa juga sedang tidak ada kesibukan umi, Nisa itu anaknya ndak bisa diam umi ”
“Tapi Nisa……..”
“Nisa tidak apa Umi, boleh ya..” Rayuku kepada Umi Sarah.
“Baiklah. Ayo masuk ” Umi Sarahpun menyetujui.
Aku dan ukhti ila masuk ke dalam rumah umi sarah. Dikediaman umi sarah sudah banyak santri yang membantu. Aku mendapat tugas membuat minuman untuk semua yang membantu umi disini.
“Neng Nisa, tolong buatkan minuman untuk semua yang disini ya nduk. Dapur umi disana ” Ucap Umi Sarah sambil menunjuk arah dapurnya.
“Baik umi” Jawabku dengan semangat.
Sesampainya di dapur, aku langsung memasak air dan menyiapkan beberapa gelas.
“Dimana ya?” Lirihku sambil membuka pintu-pintu lemari yang ada.
“Cari apa ukhti?” Suara itu terdengar dari arah belakangku.
Akupun bergegas berbalik untuk melihat siapa yang menanyaiku.
“Subhanallah… tampan sekali, siapa pemuda ini?” Gumamku dalam hati.
“Cari apa ukhti?” Tanya pemuda itu kembali.
“Astagfirullah… maaf, saya mencari gula dan teh” Jawabku dengan gugup
“Oh.. itu dilemari sana” Sambil menunjuk lemari yang dimaksud.
“Baik, terimakasih”
“Afwan” Pemuda itu berbalik keluar meninggalkan dapur.
“Subhanallah… sungguh indah ciptaanMU yaRobb ”
#BRAKK…… suara jendela yang tertutup keras karna dorongan angin, mengangetkanku.
“Astagfirullah… Ampuni hamba YaAllah…” Segera kuselesaikan tugasku.
“Umi ini minumannya ”
“Terimakasih ya nduk. Ayo anak-anak diminum dulu” Kata umi sambil menyuruh santri yang membantu untuk beristirahat sejenak dengan meminum teh yang kubuatkan.
Selesai membantu umi Sarah, kami para santri kembali ke kamar masing-masing untuk melakukan rutinitas seperti biasa.
Rutinitas pesantren telah dimulai. Namun ada yang berbeda pada rutinitas malam ini. Ba’da isya’ yang biasa diisi dengan pengajian kitab kuning kini menjadi pengajian akbar dan acara tasyakuran untuk putra bungsu Kyai Ahmad.
Diawal sebelum acara dimulai, Kyai Ahmad memperkenalkan putranya dihadapan para santri. Aku yang pada saat itu berada di shaf putri paling depan melihat sosok yang diperkenalkan Kyai Ahmad dan teringat sesuatu.
“Pemuda itu kan yang tadi di dapur? ” Lirihku.
“Ukhti, pemuda itu putra Kyai Ahmad yang dari Cairo? ” Tanyaku kepada ukhti Ila yang berada di sampingku.
“Iya Nisa. Kenapa? Tampan ya?”
“Iiya Ukhti. Tampan sekali. Wajah teduhnya seperti memancarkan keimanan. Sungguh beruntung Kyai Ahmad dan Umi Sarah ya ukhti.” Sahutku sambil memandangi pemuda yang saat ini masih di depan mimbar dengan Kyai Ahmad.
“Yang lebih beruntung nanti adalah istrinya Nisa. Benar katamu, dia pemuda yang berakhlak baik, dan kamu tau Nisa, dia juga Hafidz Qur’an.”
“Subhanallah... Ukhti serius?” Tanyaku penasaran.
“Iya Nisa. Namanya Fahri. Dia lulusan terbaik Al-Azhar. Banyak sudah yang menawarkan pekerjaan untuknya. Dan gaji yang ditawarkan tak tanggung-tanggung hingga puluhan juta per bulan. Tapi Fahri seorang yang berbeda. Dia lebih memilih meneruskan perjuangan abahnya untuk pesantren ini” Jelas ukhti Ila panjang.
“Ukhti, Nisa rasa Nisa mencintainya ”
Mendengar pernyataanku, ukhti ila terlihat terkejut. Ia menatapku tajam.
“Kenapa ukhti?” Tanyaku sambil menatap wajah ukhti ila yang terlihat tegang.
“Astagfirullah.. maaf Nisa, ndak apa kok.” Jawab ukhti Ila dan langsung memalingkan wajahnya.
Entah apa yang terjadi pada saat itu. Aku juga tak tau pasti kenapa ukhti Ila terlihat seperti itu. Ketika ku tanyapun ukhti ila hanya menggeleng-gelengkan kepala. Pada saat itu aku hanya dapat berprasangka baik terhadap Allah, terhadap perasaanku dan terhadap ukhti Ila.
Semenjak itu, aku sering sekali bertanya kepada ukhti Ila mengenai mas Fahri. Karena memang Ukhti Ila mengenal mas Fahri sejak berusia 8 tahun. Ya, ukhti ila memang sudah lama nyantri disini. Itu sebabnya Ukhti Ila akrab sekali dengan keluarga Kyai Ahmad. Ukhti Ila tau betul sifat-sifat yang dimiliki Mas Fahri. Dan akupun mengetahui banyak hal mengenai mas Fahri dari ukhti Ila. Hampir setiap hari kami membicarakan mas Fahri. Semua yang diceritakan ukhti ila menambah kekagumanku terhadap mas Fahri.
Mas Fahri kini menjadi guru bahasa arab di kelasku. Sungguh ketika itu aku bahagia sekali. Aku bisa sering bertemu dengan mas Fahri. Tapi aku selalu ingat pesan ukhti Ila kepadaku, agar jangan sampai nafsu menguasai diriku, dan menjadikan cinta ini menjadi cinta yang berasal dari nafsu bukan dari Allah. Subhanaallah... ukhti ila memang gadis yang baik, pandai, bijaksana lagi.
Ternyata Mas Fahri adalah seorang yang mudah akrab dengan siapa saja, termasuk aku. Semakin lama aku semakin akrab dengan Mas Fahri. Setiap keakrabanku dengan Mas Fahri selalu kuceritakan kepada Ukhti Ila. Dan ukhti Ila selalu menjadi pendengar setiaku hampir setiap malam. Tak lupa juga ukhti ila menasehati dalam setiap langkahku. Itu yang membuatku betah bercerita lama dengan ukhti Ila. Karena ia selalu sabar mendengarkanku. Tak henti-hentinya hati ini mengucap syukur kepada Allah atas nikmat yang indah ini.
**
“Lalu kenapa hanya Ukhti yang tinggal sendiri?” Tanyaku.
“Sebenarnya kamar ini khusus untuk santri senior. Dulu dikamar ini malah lebih dari 5 santri. Tapi seiringnya waktu, mereka meninggalkan pesantren ini, karena mereka harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Mereka telah menikah Nisa.” Terang ukhti Ila kepadaku.
“Kalau ukhti, kapan nikahnya?” Candaku , sambil meletakkan pakaian ke lemari.
“Ukhti masih sekolah Nisa. Ukhti juga masih ingin melanjutkan sekolah kelak. Ya, do’akan saja lah.” Jawab Ukhti Ila dengan senyum manisnya.
Ukhti Ila memang gadis yang baik. Dia mudah sekali untuk akrab denganku. Aku bersyukur, hari pertamaku dipesantren, aku sudah mendapatkan sahabat sekaligus sosok kakak bagiku yang sungguh baik.
Hari-hariku dipesantren terasa indah. Saat ini aku duduk di kelas 1 aliyah. Atau yang biasa dikenal dengan istilah SMA. Karena aku tergolong baru dengan ilmu-ilmu pesantren, aku cukup kesulitan dalam mempelajari kitab-kitab yang notabennya menggunakan bahasa arab.
Alhamdulillah ukhti ila selalu membantu ketika aku kesulitan dalam mempelajari sesuatu, termasuk kitab-kitab itu. Ukhti Ila saat ini duduk di kelas 3 aliyah. Dia cukup pintar di pesantren ini. Banyak prestasi-prestasi yang ia peroleh. Selain itu ukhti Ila juga baik sekali denganku. Ia yang selalu memberi semangat untukku ketika aku merasa lelah dengan kegiatan-kegiatan pesantren, ia juga yang selalu menghiburku ketika aku rindu dengan keluargaku. Sungguh ku beruntung telah mengenalnya.
**
Hari ini hari minggu. Seperti umumnya, sekolah libur. Kegiatan pesantrenpun baru dimulai sore hari. Waktu lenggang ini digunakan para santri untuk beberapa hal. Diantaranya, ada yang memanfaatkan waktu lenggang ini dengan belajar, ada yang mengaji, ada yang mencuci dan bahkan ada yang memanfaatkan waktunya untuk tidur.
“Pakaian sudah ku cuci, belajar sudah, mengajipun sudah. Lalu aku harus apa ya?” Gumamku sambil mencari kesibukan.
Aku memang orang yang tidak bisa untuk tidak melakukan sesuatu. Karenanya aku selalu ingin mencari sesuatu untuk menyibukanku. Terlihat ukhti Ila berjalan di depan pintu. Aku berteriak memanggilnya.
“Ukhti…. ”
Ukhti ila yang mendengar panggilanku langsung berbalik arah ke tempatku memanggil.
“Ada apa Nisa?”
“Ukhti mau kemana?”
“Mau membantu Umi Sarah menyiapkan tasyakuran untuk putra bungsungnya yang baru datang dari Al-Azhar Cairo”
“Nisa boleh ikut ndak ukhti?” Tanyaku dengan penuh harap.
“Nisa, kamu santri baru, ndak enak kalau sudah menyuruhmu ”
“Sudahlah ukhti. Lets go.” Langsung kutarik tangan ukhti ila untuk bergegas menuju rumah Umi Sarah yang letaknya tidak jauh dari kamar kami.
“Assalamu’alaikum Umi”
“Wa’alaikumsalam. Lho ada neng Nisa, ada perlu apa Neng?” Tanya umi Sarah kepadaku.
“Maaf Umi, Nisa yang memaksa” Jawab ukhti Ila dengan perasaan bersalahnya.
“Nisa ingin ikut membantu umi disini, Nisa juga sedang tidak ada kesibukan umi, Nisa itu anaknya ndak bisa diam umi ”
“Tapi Nisa……..”
“Nisa tidak apa Umi, boleh ya..” Rayuku kepada Umi Sarah.
“Baiklah. Ayo masuk ” Umi Sarahpun menyetujui.
Aku dan ukhti ila masuk ke dalam rumah umi sarah. Dikediaman umi sarah sudah banyak santri yang membantu. Aku mendapat tugas membuat minuman untuk semua yang membantu umi disini.
“Neng Nisa, tolong buatkan minuman untuk semua yang disini ya nduk. Dapur umi disana ” Ucap Umi Sarah sambil menunjuk arah dapurnya.
“Baik umi” Jawabku dengan semangat.
Sesampainya di dapur, aku langsung memasak air dan menyiapkan beberapa gelas.
“Dimana ya?” Lirihku sambil membuka pintu-pintu lemari yang ada.
“Cari apa ukhti?” Suara itu terdengar dari arah belakangku.
Akupun bergegas berbalik untuk melihat siapa yang menanyaiku.
“Subhanallah… tampan sekali, siapa pemuda ini?” Gumamku dalam hati.
“Cari apa ukhti?” Tanya pemuda itu kembali.
“Astagfirullah… maaf, saya mencari gula dan teh” Jawabku dengan gugup
“Oh.. itu dilemari sana” Sambil menunjuk lemari yang dimaksud.
“Baik, terimakasih”
“Afwan” Pemuda itu berbalik keluar meninggalkan dapur.
“Subhanallah… sungguh indah ciptaanMU yaRobb ”
#BRAKK…… suara jendela yang tertutup keras karna dorongan angin, mengangetkanku.
“Astagfirullah… Ampuni hamba YaAllah…” Segera kuselesaikan tugasku.
“Umi ini minumannya ”
“Terimakasih ya nduk. Ayo anak-anak diminum dulu” Kata umi sambil menyuruh santri yang membantu untuk beristirahat sejenak dengan meminum teh yang kubuatkan.
Selesai membantu umi Sarah, kami para santri kembali ke kamar masing-masing untuk melakukan rutinitas seperti biasa.
Rutinitas pesantren telah dimulai. Namun ada yang berbeda pada rutinitas malam ini. Ba’da isya’ yang biasa diisi dengan pengajian kitab kuning kini menjadi pengajian akbar dan acara tasyakuran untuk putra bungsu Kyai Ahmad.
Diawal sebelum acara dimulai, Kyai Ahmad memperkenalkan putranya dihadapan para santri. Aku yang pada saat itu berada di shaf putri paling depan melihat sosok yang diperkenalkan Kyai Ahmad dan teringat sesuatu.
“Pemuda itu kan yang tadi di dapur? ” Lirihku.
“Ukhti, pemuda itu putra Kyai Ahmad yang dari Cairo? ” Tanyaku kepada ukhti Ila yang berada di sampingku.
“Iya Nisa. Kenapa? Tampan ya?”
“Iiya Ukhti. Tampan sekali. Wajah teduhnya seperti memancarkan keimanan. Sungguh beruntung Kyai Ahmad dan Umi Sarah ya ukhti.” Sahutku sambil memandangi pemuda yang saat ini masih di depan mimbar dengan Kyai Ahmad.
“Yang lebih beruntung nanti adalah istrinya Nisa. Benar katamu, dia pemuda yang berakhlak baik, dan kamu tau Nisa, dia juga Hafidz Qur’an.”
“Subhanallah... Ukhti serius?” Tanyaku penasaran.
“Iya Nisa. Namanya Fahri. Dia lulusan terbaik Al-Azhar. Banyak sudah yang menawarkan pekerjaan untuknya. Dan gaji yang ditawarkan tak tanggung-tanggung hingga puluhan juta per bulan. Tapi Fahri seorang yang berbeda. Dia lebih memilih meneruskan perjuangan abahnya untuk pesantren ini” Jelas ukhti Ila panjang.
“Ukhti, Nisa rasa Nisa mencintainya ”
Mendengar pernyataanku, ukhti ila terlihat terkejut. Ia menatapku tajam.
“Kenapa ukhti?” Tanyaku sambil menatap wajah ukhti ila yang terlihat tegang.
“Astagfirullah.. maaf Nisa, ndak apa kok.” Jawab ukhti Ila dan langsung memalingkan wajahnya.
Entah apa yang terjadi pada saat itu. Aku juga tak tau pasti kenapa ukhti Ila terlihat seperti itu. Ketika ku tanyapun ukhti ila hanya menggeleng-gelengkan kepala. Pada saat itu aku hanya dapat berprasangka baik terhadap Allah, terhadap perasaanku dan terhadap ukhti Ila.
Semenjak itu, aku sering sekali bertanya kepada ukhti Ila mengenai mas Fahri. Karena memang Ukhti Ila mengenal mas Fahri sejak berusia 8 tahun. Ya, ukhti ila memang sudah lama nyantri disini. Itu sebabnya Ukhti Ila akrab sekali dengan keluarga Kyai Ahmad. Ukhti Ila tau betul sifat-sifat yang dimiliki Mas Fahri. Dan akupun mengetahui banyak hal mengenai mas Fahri dari ukhti Ila. Hampir setiap hari kami membicarakan mas Fahri. Semua yang diceritakan ukhti ila menambah kekagumanku terhadap mas Fahri.
Mas Fahri kini menjadi guru bahasa arab di kelasku. Sungguh ketika itu aku bahagia sekali. Aku bisa sering bertemu dengan mas Fahri. Tapi aku selalu ingat pesan ukhti Ila kepadaku, agar jangan sampai nafsu menguasai diriku, dan menjadikan cinta ini menjadi cinta yang berasal dari nafsu bukan dari Allah. Subhanaallah... ukhti ila memang gadis yang baik, pandai, bijaksana lagi.
Ternyata Mas Fahri adalah seorang yang mudah akrab dengan siapa saja, termasuk aku. Semakin lama aku semakin akrab dengan Mas Fahri. Setiap keakrabanku dengan Mas Fahri selalu kuceritakan kepada Ukhti Ila. Dan ukhti Ila selalu menjadi pendengar setiaku hampir setiap malam. Tak lupa juga ukhti ila menasehati dalam setiap langkahku. Itu yang membuatku betah bercerita lama dengan ukhti Ila. Karena ia selalu sabar mendengarkanku. Tak henti-hentinya hati ini mengucap syukur kepada Allah atas nikmat yang indah ini.
**
Tak terasa ujian kenaikan sudah dekat. Semua santri disibukkan
dengan belajar, belajar dan belajar. Tak terkecuali aku dan ukhti ila.
Disela-sela kami belajar, aku menanyakan sesuatu kepada ukhti Ila.
“Ukhti, setelah lulus mau kemana? ”
“Entahlah
nis, mungkin ukhti akan meneruskan sekolah di Yogyakarta, biar ndak jauh-jauh
dari rumah uhkti” Jawab Ukhti Ila.
Aku menghentikan membacaku, setelah mendengar jawaban dari ukhti
Ila.
“Berarti
Ukhti akan meninggalkan pesantren ini? Ukhti akan meninggalkan Nisa? Ukhti akan
meninggalkan semuanya?” Tak terasa
butiran-butiran air mata ini mengalir di pipiku.
Ukhti Ila
beranjak dari meja belajarnya menuju tempatku menangis, kemudian langsung
memelukku erat. Ukhti Ila juga terlihat menangis saat memelukku. Isak tangispun
menyerua diruangan ini.
“Kalau
ukhti meninggalkan pesantren ini, Nisa dengan siapa ukhti? Ukhti yang selalu
ada buat Nisa, Ukhti yang selalu semangatin Nisa, Uhkti yang mengerti Nisa,
Nisa dengan siapa Ukhti? Dengan siapa?”
“Istigfar
Nisa, Allah yang selalu ada bersama Nisa. Disini juga ada umi Sarah, mas Fahri
dan santri-santri lain yang juga sayang sama Nisa sama seperti Ukhti” Jawab
ukhti Ila sambil mengusap air mataku.
“Astagfirullah,
maafkan Nisa ukhti. Nisa hanya tidak ingin kehilangan sosok kakak yang seperti
Ukhti”
“
Nisa tidak akan pernah kehilangan Ukhti, jika ukhti selalu Nisa sebut dalam
setiap do’a Nisa. Begitupun sebaliknya, Nisa ndak akan pernah hilang dari hati
ukhti, karna insyaAllah dalam setiap do’a ukhti selalu ada nama Nisa. Kita
serahkan semua pada Allah. Karena DIA’lah yang sebenarnya maha memiliki.
Meliliki Nisa dan memiliki ukhti. Jadi, sudah ya nangisnya…” Ucap Ukhti Ila
menenangkanku.
Akupun mulai sedikit tenang.
Ukhti Ila menyuruhku segera beristirahat, karna hari memang sudah larut malam,
agar ujian besok berjalan lancar. Malam ini merupakan malam yang sungguh penuh
makna bagiku. Dimana indahnya keluarga sangat aku rasakan saat itu.
Illahi…
Sungguh besar NikmatMu
Rasanya tak pantas ku menerimanya
Jika ku ingat dosa-dosaku kepadaMU
Namun ku tahu KAU Maha Pengasih
Ku tahu KAU Maha Pemurah
Maka,
Tetapkan Iman di Jiwaku
Tetapkan Taqwa di ragaku
Jangan biarkan kekufuran menguasaiku
Dan biarkan aku menjadi hamba yang selalu bersyukur kepadaMU
Bersyukur atas semua yang KAU beri untukku
Ujianpun telah selesai. Kami
para santri sedikit lega dengan berakhirnya ujian kenaikan kelas ini. Usaha
telah kami maksimalkan, dan hanya tawwakal yang dapat kami lakukan saat ini.
Memasrahkan semua hasil usaha kepada Allah Swt. Karena hanya DIA lah yang yang
maha segalanya.
Detik-detik kenaikan kelas
mulai terasa. Sebentar lagi hasil ujian kami akan diberikan dalam bentuk
raport. Setelah raport diberikan, aku bergegas menuju kamar untuk menemui ukhti
Ila.
“Assalamu’alaikum ukhti..
Alhamdulillah Nisa naik kelas, hasilnyapun lumayan bagus lho. Trimaksih ya
ukhti, ukhti telah banyak membantu Nisa ”.
“Wa’alaikumsalam. Alhamdulillah
kalau begitu. Barakallah untuk nilai dan kenaikanmu Nisa” Jawab ukhti Ila.
Sedangkan ukhti Ila tidak perlu
diragukan lagi. Ukhti Ila lulus dengan nilai terbaik.
“Selamat ya ukhti” Ucapku dan langsung memeluk ukhti Ila.
Namun, lagi-lagi air mata ini
menetes. Aku merasakan ketakutan yang amat. Entah karena apa. Apakah aku takut
kehilangan ukhti Ila? Ya, aku memang takut kehilangan orang yang saat ini
kupeluk. Ukhti ila yang menyadari aku menangis langsung melepaskan pelukanku.
“Nisa kenapa nangis? ” Tanya ukhti ila sambil mengusap air mata
dipipiku.
“Ukhti tidak serius meninggalkan pesantren ini kan? Ukhti tidak
akan meninggalkan Nisa kan?”
Tanpa berkata sedikpun, ukhti
ila memelukku kembali.
Setelah keadaanku sedikit
tenang, ukhti Ila melepas pelukannya.
“Serahkan semua pada Allah
Nisa” Ucap ukhti Ila dan langsung berjalan keluar meninggalkanku.
Aku tau ukhti Ila juga sedih.
Mungkin ukhti Ila tidak ingin menunjukkannya kepadaku, ukhti Ila tidak ingin
menambah kesedihannku. Aku faham itu, karna setahun dipesantren ini cukup
buatku mengenal Ukhti Ila.
**
Sungguh ku tak ingin melewati malam ini. Malam yang tak pernah
kuharapkan sama sekali. Jika aku bisa berharap, aku akan berharap agar tidak
adanya malam ini. Karena mungkin malam ini adalah malam terakhirku dengan ukhti
ila. Dan aku tak mau itu. Sungguh aku tak mau yaAllah.
“Kenapa sepi ya? Nisa ndak ingin cerita ni sama Ukhti?” Tanya ukhti ila memecah keheninggan kamar, sambil memindahkan barang-barangnya ke tas yang akan ia bawa pulang esok.
“Ndak mau! Nisa ingin istirahat saja.” Jawabku dengan nada sedikit marah.
“Ya sudah, selamat tidur adikku. Jangan lupa berdo’a dulu” Kalimat yang hampir setiap malam ukhti ila tuturkan kepadaku.
Malam ini sulit untukku memejamkan mata. Saat kulihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 02.30.
#KREKK…. Suara pintu terbuka.
Segera ku tutup mataku kembali, dan berpura-pura tidur. Aku tau itu Ukhti Ila, karena Ukhti ila memang rajin sekali untuk sholat malam.
YaAllah YaRobb
Malam ini aku bersimpuh kepadaMU
Tiada daya dan upaya selain atas izinMU
Izinkan aku berlutut menghadapMu
Izinkan aku bermunajah kepadaMu
Serta izinkan aku menangis karnaMU
Wahai dzat yang mampu membolak-balikan hati
Sungguh hati ini sakit ketika melihat sahabat kita sendiri mencintai orang yang juga kita cintai
Karenanya,
Balikkan rasa sakit dihati ini
Jadikan rasa ini menjadi rasa ikhlas karnaMU
Sungguh ku percaya takdir cintaku berada ditanganMU
Ilahi
Aku menyayangi Nisa melebihi sayangku kepada Fahri
Namun takkan mengurangi rasa sayang dan cintaku terhadapMu
Sungguh ku tak sanggup menyakitinya
Ku tak ingin melihat sedihnya
Ku tak ingin ada tangisan darinya
Jangan biarkan senyumnya berganti dengan kesedihan
Dan jangan biarkan tawanya berganti menjadi tangisan
Karna ku tak sanggup untuk melihatnya
Tak terasa air mata ini mengalir deras dipipiku. Tak sanggup lagi rasanya aku mendengar do’a ukhti Ila. Segera ku beranjak dari tempat tidur mendekati ukhti Ila yang saat itu masih menenakan mukenah putihnya.
“Kenapa ukhti ndak pernah cerita? ” Tanyaku.
“Cerita apa Nisa?”
“Ukhti, Nisa mendengar semua do’a ukhti. Hati Nisa teriris sakit. Nisa merasa menjadi orang yang paling bodoh. Nisa sudah lama mengenal ukhti, tapi kenapa Nisa baru mengetahuinya sekarang? Maafkan Nisa ukhti, Maafkan Nisa….”
Tangisan ini makin menjadi.
“Nisa, dengarka Ukhti. Melihat tawa Nisa sudah merupakan bahagia untuk ukhti. Selama ini ukhti sendirian. Sejak kehadiran Nisa, ukhti merasa ada yang berbeda dikehidupan ukhti. Ukhti merasa mempunyai teman, ukhti merasa mempunyai seorang adik dan ukhti merasa bahagia sekali. Ukhti rela melakukan apa saja asal Nisa bahagia. Karena bahagia Nisa adalah bahagia ukhti ”
Tanpa berkata apapun, langsung ku peluk ukhti ila dengan tangisku.
YaRobb…
Mungkin banyak yang KAU sayang di dunia ini
Karena memang KAU maha penyayang
Namun saat ini,
Akulah yang merasa paling KAU sayang
KAU tunjukkan rasa sayangMU dengan menghadirkan Ukhti Ila di kehidupanku
Berkahi hidupnya YaAllah
Berikan kemudahan disetiap langkahnya
Serta jadikan ia hamba pilihanMU
**
Pagi yang cerah. Namun tak secerah perasaanku. Sungguh hatiku ingin menjerit dan mengatakan
“Jangan pergi ukhti.. jangan pergi”
Namun kemantapan Ukhti Ila membuatku tak berdaya serta membuatku tak mampu untuk mengatakannya. Kesedihan ini tak hanya aku yang merasakan. Semua santri juga merasakannya. Ukhti Ila memang sosok yang dikagumi hampir semua santri karena kebaikan dan kebijaksaannya. Umi Sarah dan Aba Ahmad juga menyayangkan kepergian santri kesayanganya itu. Namun ini semua adalah pilihan Ukhti Ila. Hanya Allah yang dapat menghentikannya.
“Kamu mau kemana Ila?” Tanya seorang pemuda.
“Mas Fahri?” Jawab Ukhti Ila terkejut.
“Kenapa kamu tidak memberitahuku sama sekali? Apa kamu sudah lupa dengan teman kecilmu ini?”
Ukhti Ila hanya terdiam dan menunduk mendengar mas fahri berbicara.
“Lailatul Istiqomah, dihadapan aba dan umiku, dihadapan santri-santri disini, serta di hadapan Allah tentunya, aku ingin mengatakan aku sungguh mencintaimu. Dan aku ingin engkau menjadi yang halal bagiku karna Allah. Aku ingin meminangmu karena kerendahan hatimu, karena keindahan akhlakmu, karena kehalusan tutur katamu, karena kebaikan sikapmu, dan karena kedekatanmu denganNYA, dengan sang Maha Pencipta”
Pernyataan mas Fahri mengejutkan semua yang ada disana termasuk aku. Kecuali Umi Sarah dan Aba Ahmad yang terlihat santai dengan pernyataan yang diucapkan putranya.
Seketika itu ukhti Ila menoleh ke arahku. Mungkin ukhti Ila mengakhawatirkan perasaanku. Tapi aku tersenyum pada ukhti Ila, pertanda aku mendukung sekali dan akan menjadi orang yang paling bahagia jika Ukhti Ila menerima pinanangan Mas Fahri. Ukhti Ila yang mengerti akan makna senyumannku langsung mengatakan sesuatu.
“Jika memang kita di takdirkan untuk bersama, insyaAllah aku bersedia”
Kalimat yang di ucapkan Ukhti Ila membuat semua yang ada disana tersenyum bahagia. Ukhti Ila berlari mendekatiku, kemudian memelukku dengan tangis bahagianya.
“Syukron Nisa…”
Sungguh indah kebesaranMU YaRobb
Dan indahnya itu hanya KAU yang tau
Ku yakin akan semua takdirMU
Termasuk jodohku
Jika mas Fahri bukanlah cinta yang KAU pilih untukku
Ku yakin KAU telah siapkan yang lebih indah dari itu
Dan ku percaya
Semua kan hadir atas izinMU
Kelak jika KAU berkehendak
“Kenapa sepi ya? Nisa ndak ingin cerita ni sama Ukhti?” Tanya ukhti ila memecah keheninggan kamar, sambil memindahkan barang-barangnya ke tas yang akan ia bawa pulang esok.
“Ndak mau! Nisa ingin istirahat saja.” Jawabku dengan nada sedikit marah.
“Ya sudah, selamat tidur adikku. Jangan lupa berdo’a dulu” Kalimat yang hampir setiap malam ukhti ila tuturkan kepadaku.
Malam ini sulit untukku memejamkan mata. Saat kulihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul 02.30.
#KREKK…. Suara pintu terbuka.
Segera ku tutup mataku kembali, dan berpura-pura tidur. Aku tau itu Ukhti Ila, karena Ukhti ila memang rajin sekali untuk sholat malam.
YaAllah YaRobb
Malam ini aku bersimpuh kepadaMU
Tiada daya dan upaya selain atas izinMU
Izinkan aku berlutut menghadapMu
Izinkan aku bermunajah kepadaMu
Serta izinkan aku menangis karnaMU
Wahai dzat yang mampu membolak-balikan hati
Sungguh hati ini sakit ketika melihat sahabat kita sendiri mencintai orang yang juga kita cintai
Karenanya,
Balikkan rasa sakit dihati ini
Jadikan rasa ini menjadi rasa ikhlas karnaMU
Sungguh ku percaya takdir cintaku berada ditanganMU
Ilahi
Aku menyayangi Nisa melebihi sayangku kepada Fahri
Namun takkan mengurangi rasa sayang dan cintaku terhadapMu
Sungguh ku tak sanggup menyakitinya
Ku tak ingin melihat sedihnya
Ku tak ingin ada tangisan darinya
Jangan biarkan senyumnya berganti dengan kesedihan
Dan jangan biarkan tawanya berganti menjadi tangisan
Karna ku tak sanggup untuk melihatnya
Tak terasa air mata ini mengalir deras dipipiku. Tak sanggup lagi rasanya aku mendengar do’a ukhti Ila. Segera ku beranjak dari tempat tidur mendekati ukhti Ila yang saat itu masih menenakan mukenah putihnya.
“Kenapa ukhti ndak pernah cerita? ” Tanyaku.
“Cerita apa Nisa?”
“Ukhti, Nisa mendengar semua do’a ukhti. Hati Nisa teriris sakit. Nisa merasa menjadi orang yang paling bodoh. Nisa sudah lama mengenal ukhti, tapi kenapa Nisa baru mengetahuinya sekarang? Maafkan Nisa ukhti, Maafkan Nisa….”
Tangisan ini makin menjadi.
“Nisa, dengarka Ukhti. Melihat tawa Nisa sudah merupakan bahagia untuk ukhti. Selama ini ukhti sendirian. Sejak kehadiran Nisa, ukhti merasa ada yang berbeda dikehidupan ukhti. Ukhti merasa mempunyai teman, ukhti merasa mempunyai seorang adik dan ukhti merasa bahagia sekali. Ukhti rela melakukan apa saja asal Nisa bahagia. Karena bahagia Nisa adalah bahagia ukhti ”
Tanpa berkata apapun, langsung ku peluk ukhti ila dengan tangisku.
YaRobb…
Mungkin banyak yang KAU sayang di dunia ini
Karena memang KAU maha penyayang
Namun saat ini,
Akulah yang merasa paling KAU sayang
KAU tunjukkan rasa sayangMU dengan menghadirkan Ukhti Ila di kehidupanku
Berkahi hidupnya YaAllah
Berikan kemudahan disetiap langkahnya
Serta jadikan ia hamba pilihanMU
**
Pagi yang cerah. Namun tak secerah perasaanku. Sungguh hatiku ingin menjerit dan mengatakan
“Jangan pergi ukhti.. jangan pergi”
Namun kemantapan Ukhti Ila membuatku tak berdaya serta membuatku tak mampu untuk mengatakannya. Kesedihan ini tak hanya aku yang merasakan. Semua santri juga merasakannya. Ukhti Ila memang sosok yang dikagumi hampir semua santri karena kebaikan dan kebijaksaannya. Umi Sarah dan Aba Ahmad juga menyayangkan kepergian santri kesayanganya itu. Namun ini semua adalah pilihan Ukhti Ila. Hanya Allah yang dapat menghentikannya.
“Kamu mau kemana Ila?” Tanya seorang pemuda.
“Mas Fahri?” Jawab Ukhti Ila terkejut.
“Kenapa kamu tidak memberitahuku sama sekali? Apa kamu sudah lupa dengan teman kecilmu ini?”
Ukhti Ila hanya terdiam dan menunduk mendengar mas fahri berbicara.
“Lailatul Istiqomah, dihadapan aba dan umiku, dihadapan santri-santri disini, serta di hadapan Allah tentunya, aku ingin mengatakan aku sungguh mencintaimu. Dan aku ingin engkau menjadi yang halal bagiku karna Allah. Aku ingin meminangmu karena kerendahan hatimu, karena keindahan akhlakmu, karena kehalusan tutur katamu, karena kebaikan sikapmu, dan karena kedekatanmu denganNYA, dengan sang Maha Pencipta”
Pernyataan mas Fahri mengejutkan semua yang ada disana termasuk aku. Kecuali Umi Sarah dan Aba Ahmad yang terlihat santai dengan pernyataan yang diucapkan putranya.
Seketika itu ukhti Ila menoleh ke arahku. Mungkin ukhti Ila mengakhawatirkan perasaanku. Tapi aku tersenyum pada ukhti Ila, pertanda aku mendukung sekali dan akan menjadi orang yang paling bahagia jika Ukhti Ila menerima pinanangan Mas Fahri. Ukhti Ila yang mengerti akan makna senyumannku langsung mengatakan sesuatu.
“Jika memang kita di takdirkan untuk bersama, insyaAllah aku bersedia”
Kalimat yang di ucapkan Ukhti Ila membuat semua yang ada disana tersenyum bahagia. Ukhti Ila berlari mendekatiku, kemudian memelukku dengan tangis bahagianya.
“Syukron Nisa…”
Sungguh indah kebesaranMU YaRobb
Dan indahnya itu hanya KAU yang tau
Ku yakin akan semua takdirMU
Termasuk jodohku
Jika mas Fahri bukanlah cinta yang KAU pilih untukku
Ku yakin KAU telah siapkan yang lebih indah dari itu
Dan ku percaya
Semua kan hadir atas izinMU
Kelak jika KAU berkehendak
. . . . . .pura -
pura pinjam buku tugas ke santri putri ,yang ternyata dalamnya sebuah surat cinta ku....eh . . . . .nggak
lama surat ku ditangkap sama ustadz ,,.Nah jadi unikan tentang percintaan di
pesantrenku.Soal surat menyurat tadi ,memang sudah jadi kebiasaan anak pesantren
,santri putra dan santri putri untuk berkomonikasi. Lucunya adalah ketika
suratku ini di ketahui oleh ustadz, Biasanya kalau ketahuan sama usatadz diberi
ta’jiran ringan misalnya membersikan seluru area pesantren,. . . . capek . . .
biasanya diberi hukuman gundul atau di cambuk , karena telah melakukan
pelanggaran berat , karena dinilai berlebihan. Nah . . . . .soal di gundul ini
sudah jadi hukuman yang paling populer di pesantrenku .Biasanya dikarnakan
kabur dari pesantren ,Di gundul karena
ketahuan berduaan dengan santri putrinya , dan santri putrinya juga
digundul ,merokok juga digundul,dan sebagainya. . . .
Hal yang cukup membingungkan diriku soal
pondok adalah ,kenapa tempat seperti ini banyak sekali nantunya, padahal di
dalamnya tempat di pakai untuk mengaji ,
sholat ,dan ibadah lain sebagainya. Sudah banyak aku dengar cerita – cerita
tentang hantu, yang di alami oleh anak pesantrenku,hal ini juga terjadi di
pesantren ku . Namanya aja . . .sudah jadi santri lama , kadang mereka nggak
berlaku baik kepada adik – adiknya, contohnya biasanya sih. . . di suruh
belikan ini itu ,atau sekedar ambilkan makan sekaligus minumannya
Karena aku hidup bersama – sama maka, segala
aktivitasku selalu dilakukan bareng -
bareng . Ini yang paling gereget di
pondoku, namanya juga hidup ramai – ramai .Ya . . . pasti segala nya harus berbagi dengan sesama
teman, contohnya kamar mandi , karna jumblah kamar mandi pesantrenku ada kurang
lebih sepuluhlahh. . . . . karna jumlah
santri di pesantrenku banyak ,maka antri adalah hal wajib yang harus dilalui
sebelum masuk kamar mandi,..Saling meminta alat peralatan mandi ,juga sudah
menjadi hal yang biasa . Kata temenku sih. . . . . .harus saling ridho
Hidupku di
dalam lingkungan yang banyak orang,jadi aku harus bisa toleran antara satu sama
lain , Caranya dengan rela bila barang yang di punyai di pinjam .Bagi santri di
pondoku ,minjam meminjam barang contohnya ,meminjam pakaian , sepatu , sandal ,
tas , dan barang yang lain itu sudah jadi hal biasa dilakukan santri di pondoku
, tetapi yang membuat aku merasa jengkel ketika ada temenku ,ngaku pijem ,ehh .
. . . . . .tapi lupa di kembalikan . . . .
Pesantrenku
juga mengajarkan ,tentang kesederhanaan, termasuk dalam hal tidur , Sebagian
ada yang menyediakan ranjang untuk tidur ,.Tetapi juga ada pesantren yang tidak
menyediakan ranjang tidur seperti di pesantrenku .Tidurnya hanyalah dengan leseha di karpet ,atau di tikar . . .
.
Di pesantren ku
, nggak cuma barang aja , yang di pinjam
.Uang juga sering di pinjamkan. Saat lagi bokek dan kiriman belum sampai , maka
pinjam meminjam uang atau hutang biasanya jadi solusi tepat.. . . . Walawpun
aku di pondok makan sudah dijamin, kadang aku juga sering meminta izin keluar
,atau ada waktu makan bareng temen di warung. Nah. . . .pada saat itulah
kemampuanku dalam keuanganku sering di uji. Ini sebagai gurawan saja. . . yeahhh .
Hal yang
seperti ini yang sulit untuk di hilangkan bagiku. . . . . .Seakan – akan sudah
menjadi ciri khas santri pondoku , setiap pelajaran ,pasti adajuga salah satu
santri atau semuanya ,yang mengantuk .Bahkan mengantuk jadi aktivitas berjamaah
di pondoku. Menahan mataku agar tetap fokus pada saat ngaji atau kajian ,
belajar biasa , bisa menjadi hal yang sangat berat bagi diriku .Mungkin lelah
belajar atau malamnya begadang , entah ngapain . . . . . .?
Ini dia
kebiasaan buruk santri di pondoku , sudah tau kalau menggunakan barang tampa
izin itu nggak baik.Tapi masih saja tetap di lakukan ,contohnya sendal jadi
sasaran yang sering di ghosob atau di pinjam tampa izin dulu.Ujung – ujungnya ,yang
mereka sendalnya hilang juga , bakal ghosobsandal temen juga ,ghosob berjamaah
deh ha. . . .ha. . .
Ini kata
ustadz ku , belum sah jadi anak pondok kalau belum pernah kena penyakit gatal –
gatal berjamaah di pondok . . . . . . .Di
pondoku harus terbiasa dengan tidur ,
berdesak - desakan. Ketika aku mempunyai
makanan , pasti bakal di nikmati bersama temen - temen ku. Tiada kata pelit berbagi , di dalam
pondok ku. Di pondoku makan tak pernah sendiri
. . . . Karena ada sahabat yang siap menemani ku makan bareng – bareng, dalam satu tempat
atau nampan yang besar , biar bikin lebih akrab . . .Walaupun hidangan di depan
mata, hanya mi instan,setia kawan kami .
Makan tidak makan yang penting ngumpul bareng
. . . . prinsip santri jahhh
Aku terlatih
di pondok dengan sebutan pasukan terlatih , kenapa? . . . .karena siap antri
dari mandi buang air besar, mencuci dan sebagai nya,walaupun menunggu itu letih
atau melelahkan bagiku. Terkadang bukan antrianya yang lama , tetapi menunggu
airnya penuh, yang memakan waktu yang cukup lama, bisa juga sebaliknya , airnya
cepat penuh , tetapi antrianya panjang .
. . .minta ampun . . deh. . . .Aku biasanya membiarkan gayung , berisi
peralatan mandi yang antri panjang di depan kamar mandi, memang harus terbiasa
seperti itu setiap hariku. Paling tidak penantianku, tidak sia – sia , badanku
harum kembali dan siap untuk melakukan aktivitas lain.
Ini ada sedikit cerita tentang
santri putri . . . .
Hal ini biasa dilakukan santri putri. Misalnya nih, lagi jalan berlima, maka kelima santri putri ini akan berjejer ke samping, pokoknya sampai menuhin jalan. Kalau udah diklakson oleh pengendara motor atau mobil dari belakang, baru deh mencar sendiri-sendiri. Anehnya lagi, kejadian seperti itu akan dilakukan berulang kali. Memang para santriwati ini bisa disebut pasukan berani mati, ya.
Hal ini biasa dilakukan santri putri. Misalnya nih, lagi jalan berlima, maka kelima santri putri ini akan berjejer ke samping, pokoknya sampai menuhin jalan. Kalau udah diklakson oleh pengendara motor atau mobil dari belakang, baru deh mencar sendiri-sendiri. Anehnya lagi, kejadian seperti itu akan dilakukan berulang kali. Memang para santriwati ini bisa disebut pasukan berani mati, ya.
Lagi-lagi menurut ku ini adalah kebiasaan unik. Ya, kebanyakan
santri putri kalau lagi mau keluar ke mana gitu, pasti dandannya lama. Apalagi
kalau ada kegiatan bareng santri putra. Wah…wah, bisa langsung habis tuh bedak
wa akhwatuha.
Kalau sudah dandan cakep terus jalan dan
terlintas di hadapan para santriwati ini sebuah kaca, maka mereka akan
berhenti. Enggak peduli deh mau kaca spion, kaca rumah warga, bahkan kaca rumah
kiainya pun dijadikan tempat untuk memastikan keanggunan wajahnya. Bukan lebay atau
apalah, ya, mungkin karena mbak-mbak santri yang cantik ini ingin
terlihat perfect, lah ya.
Yang namanya santri itu ya pasti susah
banget kalau mau jalan-jalan keluar dari pesantren. Ngaji, hafalan, jamaah,
roan, lalaran (mengulang hafalan–red.) dan apalah itu segala macam kegiatan
yang berkaitan dengan pesantren sudah menjadi lahapan para santri.Bukan hanya santri
putri, loh ya. Kalau sudah jenuh, rasanya ingin main keluar pondok. Di saat
suntuk-suntuknya dan kepengen keluar, eh disuruh Pak Yai atau Bu Nyai
untuk keluar. Nah, itu tentu sangat membahagiakan sekali. Hitung-hitung bisa
melihat suasana luar pondok tanpa harus izin pengurus dan bebas dari takziran.
Yang santri putri pasti berpengalaman, ya.
Khusus santri putri nih, kalau sedang mengenakan jilbab pasti enggak ketinggalan
niup ke arah kening. Dengan tujuan posisi jilbab pas di tengah-tengah.
Memang dengan begitu hasilnya lebih rapi.
Tapi, kalau sudah sekian kali tak kunjung rapi yang terjadi adalah marah-marah
sendiri sampai yang paling fatal adalah ganti jilbab yang lain.
Sedikit bercerita tentang pengalaman
pribadi nih, ya. Rata-rata santri putri kalau ketemu santri putra pasti menunduk. Enggak mau
saling tatap menatap satu sama lain. Sepertinya mbak santri sangat menegakkan
syariat Islam yang melarang saling pandang-memandang dengan yang bukan
mahramnya.Tapi perlu diingat ya, biasanya kalau santri putranya , udah lewat
para santri putri ini menoleh ke belakang ke arah santri putra tadi. Kalau santrinya enggak
noleh, itu berarti sedang beruntung.
Bermajaskan “Hati selalu rindu untuk
kembali, Menangis berkah mencari hikmah di penjara ilahi.Bisa berkumpul dengan
teman – teman ,untuk melakukan banyak hal di pondok .Bersama – sama itu memang
memang suatu kenangan yang takkan pernah sirna. Setidaknya memory indah
tersebut pernah muncul pertamakali di benap hati .Matahari terbenam , di balik
gedung berlantai, aku mulai mengingat tentang kita dulu yah. . . haya kita yang
tau aroma persahabatan yang kental , seperti keluarga sendiri.Kita dulu pernah
satu atap, untuk menuntut ilmu bersama -
sama . tentu saja kenagan itu tak akan pernah sirna .Izinkan aku untuk
mengenang masa – masa itu, masa remaja yag penuh suka dan duka .Penjara suci ,
bukanlah sebuah penjara tempat para napi dana sungguhan.Itu hanyalah istilah
dari pra santri dengan menyebut nama lain, dari pondok pesantren . Disebut penjara
, karna kami tidak melakukan kegiatan di luar lingkungan pondok pesantren .
suci, karena kami di taruh di sana untuk belajar makna kehidupan, yang di
dasari oleh pendidikan agama .”
Catatan untuk
bagi santri .Ini kebiasaan buruk santri yang bahaya bagi kesehatan . . . .
Aktivitas
yang padat di pagi hari membuat para santri terkadang tidak mementingkan
rutinitas ini. Alasan klasiknya yaitu tidak sempat.
Memang,
santri sudah melakukan banyak aktivitas mulai sebelum subuh. Tapi, sarapan pagi
harus tetap diutamakan. Karena sarapan merupakan hal yang sangat erat kaitannya
dengan kesehatan.
Tapi
ada juga santri yang memang sudah terbiasa tidak pernah sarapan pagi. Asal kuat
dan tidak sakit sih nggak masalah. Tapi… kalau tidak sarapan
malah membuat kesehatan tubuh terganggu kan itu bahaya. Karena kalau kesehatan
terganggu pastilah para santri tidak bisa dengan nyaman belajar.
Nah,
kebiasaan ini juga kurang baik. Karena makan sebelum tidur merupakan pola hidup
tak sehat. Banyak penyakit yang bisa ditimbulkan. Misalnya, kegemukan,
diabetes, jantung dan masih banyak lagi.
Memang
sih, terkadang tak terasa sambil mengerjakan tugas atau belajar bersama para
santri berkumpul di ruang kelas atau di serambi sambil ngemil makanan
ringan. Biasanya tak jarang yang ketiduran. Parahnya lagi belum sempat menyikat
gigi. Itu bisa menjadi penyebab gigi berlubang, lho.
Wah,
kebiasaan ini sepertinya tidak hanya dilakukan oleh santri. Tetapi semua orang
pasti pernah melakukan hal ini. Padahal sudah tahu kalau membaca buku sambil tiduran
dapat memperburuk penglihatan. Mulai sekarang yuk hindari ini dan beralih ke
pola membaca yang sehat.
Nah,
kalau pakai handuk dan pakaian secara bergantian ini tentu sudah tidak asing
lagi di kalangan para santri. Karena santri sangat menjunjung tinggi prinsip
kebersamaan.
Eits… tapi tunggu dulu, kalau gara-gara saling pinjam meminjam
handuk dan pakaian secara bergantian bisa menyebabkan penyakit gudik atau
scabies yang menular masih mau? Yuk, lebih memperhatikan kebersihan badan dan
perhatikan kesahatan diri.
Melamun sering dilakukan oleh para santri.
Sampai-sampai ada yang kesurupan makhluk gaib. Ini juga merupakan kebiasaan
buruk yang harus dihindari. Bahkan di kitab Taklim al-Mutaalim dijelaskan
bahwa melamun merupakan salah satu penyebab lupa. Jadi, jangan sering-sering
melamun, ya.
Banyak orang – orang diluar sana , tidak
mengtahui .Apa ke –utamaan santri itu? . . . . . Ini ke utamaan santri bagi
diriku . . . . . . . .
1. Jalan Memperdalam Agama
“Tidak
sepatutnya bagi orang orang mu’min itu pergi semuanya ke medan perang, mengapa
tidak pergi dari tiap tiap golongan diantara mereka untuk memperdalam agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya
supaya mereka itu menjaga dirinya”. (QS At Taubah : 122).
Penjelasan
dari firman tersebut ialah Allah memerintahkan kepada hambaNya untuk tidak
semata berperang melawan orang kafir, tetapi juga memperdalam ilmu pengetahuan menurut islam agar menjadi sesuatu yang
bermanfaat untuk orang lain sebagaimana santri yang selalu mendalami ilmu agama
dalam kesehariannya dan nantinya ia tentu akan menjadi seorang yang berguna
dengan menyebarkan ilmunya kepada orang lain.
2. Mendapat Petunjuk Allah
Menjadi seorang santri ialah memiliki hari hari yang penuh untuk
belajar agama dan mendekat kepada Allah, hal tersebut akan membuatnya memiliki
derajat yang lebih tinggi sehingga dalam kesehariannya ia selalu mendapat
petunjuk karena selalu bersemangat mencari ilmu dan mencari hidayah dariNya. ayat ayat Al Qur’an tentang ilmu menjelaskan
bahwa orang yang berlmu mendpaat derajat lebih tinggi. “Barang siapa
menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk niscaya dia melapangkan dadanya
untuk memperdalam islam”. (QS Al An’am : 125).
3. Derajatnya Lebih Tinggi
“Niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman dan orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS Al Mujadilah : 11).
Jelas dari firman tersebut bahwa menjadi seorang santri yang rajin menuntut
ilmu karena Allah mendapat derajat yang lebih tinggi di mata Allah jika ilmu
tersebut dicari dan dipergunakan dengan niat semata karena Allah dimana manfaat ilmu dalam pandangan islam ialah menjadi dasar pada semua
aspek kehidupan.
4. Mendapat Kebaikan di Akherat
“Barang siapa dikehendaki Allah dengan kebaikan dunia dan
akherat maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama”. (HR Bukhari).
Menjadi seorang santri dan mampu memahami ilmu agama islam merupakan salah satu
anugrah yang wajib disyukuri sebab mendapat hidayah dan petunjuk dari Allah
untuk senantiasa memahami tentang islam sebagaimana para sahabat Rasulullah
terdahulu yang selalu belajar tentang islam dan menjadikannya bagian untuk
mengabdi kepada Allah sebagai wujud keutamaan iman dalam islam yang
dimiliki.
5. Mendapat Naungan di Hari Akhir
“Ada 7 golongan yang mendapat naungan Allah di hari akhir…
remaja yang senantiasa beribadah kepada Allah SWT, seseorang yang hatinya
senantiasa dipertautkan dengan masjid…”. (HR Muslim). seorang santri
identik dengan remaja yang senantiasa taat dengan Allah dan orang orang yang
senantiasa dekat dengan masji dimana kegiatan di pondok pesantren hampir
semuanya berhubungan dengan masjid sehingga mereka akan mendapat ketenangan di
hari akhir nanti.
6. Berada dalam Jalan lurus
“Barang siapa yang keluar dalam rangka menuntut ilmu maka ia
dalam jalanNya Allah SWT hingga ia kembali”. (HR Muslim). jelas dari hadist
tersebut bahwa seorang yang berkeinginan dan telah menjadi santri ia selalu
bepergian atau berada di suatu tempat dalam rangka untuk beribadah kepadaNya
dan urusan yang dilakukannya tersebut menjadi jalan untuknya untuk senantiasa
mendekat pada Allah sehingga baginya adalah jalan yang lurus.
7. Jalan Menuju Surga
“Barang siapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya
dengan hal itu Allah mudahkan baginya jalan menuju surga”. (HR Abu Dawud).
Menuntut ilmu sebagaimana yang dilakukan oleh seorang santri akan mempermudah
jalannya menuju surga karena sepanjang hidupnya diisi denga urusan yang
bermanfaat yang selalu mendekatkan dirinya pada agama, ia akan terlindung dari
segala marabahaya dan menjadi calon penghuni surga.
8. Dosa Dosanya Diampuni
Setiap manusia tentu tidak ada yang sempurna, pasti pernah
berbuat kesalahan termasuk para santri, tetapi para santri senantiasa menutup
kesalahan tersebut dengan segala kegiatan yang berpahala seperti menuntut ilmu
sehingga ia mendapat ampunan dari dosa dosanya. “Dan sesungguhnya
penghuni langit dan di bumi, sampai ikan ikan di lautpun memohonkan ampun untuk
orang orang yang berilmu”. (HR Tirmidzi).
9. Mewarisi Ilmu Nabi
“Dan sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan
dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barang siapa yang mengambilnya maka dia telah
mengambil bagian banyak”. (HR Ibnu Majah). Menjadi seorang santri yang
selalu belajar sepanjang hidupnya bagaikan mewarisi ilmu Nabi karena dengan
menjadi santri ia belajar mengenai semua hal tentang agama dalam lingkup yang
luas yang orang biasa tidak mengetahuinya, ilmunya adalah istimewa.
10. Amalan Paling Utama
“Tidak ada suatu amal perbuatan yang lebih utama daripada
menuntut ilmu kalau ia niatnya benar”. (Miftah Daaris Saa’dah). Banyak amal
perbuatan yang bernilai mulia di sisi Allah, salah satu amalan yang paling
utama ialah beribadah dengan cara belajar dan mempelajari agama Allah sebanyak
banyaknya seperti yang dilakukan para santri, mereka melakukan amalan yang
utama yang diperintahkan oleh Allah.
11. Perintah Allah
“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya mempelajari ilmu karena
Allah adalah taqwa kepadaNya, mengkajinya adalah tasbih, mencarinya adalah
ibadah, menelitinya adalah jihad dan mengajarkan kepada orang yang tidak
mengetahui adalah sedekah”. (Mu’adz Jabal). Menjadi seorang santri yang
hanya berniat untuk mengharap ridho Allah di sepanjang hidupnya ia akan dilihat
sebagai orang yang bertaqwa karena telah mengabdikan dirinya untuk belajar dan
memahami tentang islam.
12. Lebih Baik dari Harta
“Ilmu lebih baik dari harta sebab ilmu selalu menjagau
sedangkan engkau yang selalu menjaga harta”. (Ali bin Abi Tholib). Dari
hadist tersebut dapat diambil pelajaran bahwa ilmu memang lebih baik drari
harta, memiliki ilmu yang banyak akan selalu berada dalam jiwa dan terus
berkembang pahalanya jika diamalkan dan diterapkan dalam kehidupan, tetapi memiliki
harta hanya akan habis dan menguap jika dalam penggunaannya tidak sesuai jalan
Allah serta harta tidak akan dibawa mati.
13. Merupakan Kebutuhan Dasar
“Kebutuhan manusia terhadap ilmu itu melebihi kebutuhannya
terhadap makan dan minum sebab ilmu dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya”.
(Imam Ahmad bin Hambal). Manusia memang memiliki kebutuhan dasar berupa
ilmu sebagaimana yang dilakukan santri dalam kehidupan keseharian yang selalu
belajar, ilmu memang dibutuhkan sebab dalam kehidupan sehari hari dalam
melakukan urusan tentu membutuhkan ilmu agar tidak tersesat.
14. Terbiasa Hidup Disiplin
Hidup sebagai santri di pondok pesantren akan terbiasa disiplin
sebab umumnya telah memiliki aturan yang jelas. Dalam sehari hari akan
dibiasakan berpuasa rutin, shalat berjamaah, juga menjalankan shalat malam dan
mebaca Al Qur’an secara rutin sehingga kebiasaan baik tersebut akan selalu
tertana dan menjadi sebuah nilai kebaikan.
15. Ilmu Sosialisasi
Jelas diketahui bahwa hidup di pesantren bersama banyak orang dari
berbagai kalangan dan status sosial akan membuat kesadaran bagaimana cara
bergaul yang benar dan bagaimana cara bersosialisasi seperti saling menghargai,
saling membantu, saling mengingatkan dalam kebaikan, juga saling menjaga satu
sama lain agar senantiasa berada dalam jalan Allah yang lurus.
16. Belajar Kesederhanaan
Di pondok pesantren seorang santri akan terbiasa makan bersama
dengan teman teman dengan makanan yang sederhana namun tetap diperhatikan
kesehatannya, hal demikian akan mencegah dari sifat boros yang dapat
menghancurkan diri sendiri serta membuat kesadaran untuk belajar sederhana
walaupun mungkin memliki kemampuan lebih untuk membeli banyak makanan.
17. Fokus Beribadah
Seorang santri akan menjadi telah dibiasakan menjalankan
rutinitas sehari hari sesuai jadwal, ia akan fokus beribadah dengan sendirinya
sebab telah terbiasa disiplin yakni terbiasa fokus shalat 5 waktu tepat waktu,
fokus berpuasa, shalat malam, juga membaca Al Qur’an. Hal ini akan menjadi
kebiasaan baik yang selalu terterap dalam dirinya hingga ia dewasa.
Pesan ini memiliki
filosofis yang sangat dalam. Dengan paku, kayu yang kurang berguna bisa bersatu
& lebih kokoh dari sebelumnya. Begitu juga santri, ketika terjun di
masyarakat kelak santri harus bisa mempersatukan berbagai lapisan masyarakat
yang hiterogen sehingga terbentuklah suatu masyarakat yang kokoh & baik.
Paku merupakan unsur penting dari sebuah bangunan. Setiap bagian pasti membutuhkan pemersatu yaitu paku. Santri juga termasuk elemen penting dalam masyarakat. Ia selalu dibutuhkan di manapun berada. Oleh karena itu santri harus selalu siap & bertanggung jawab ditempatkan dimanapun.
Seseorang yang mengamati keindahan suatu bangunan akan senantiasa mengamati keindahan arsitektur atau kekokohan bangunan tersebut. Tidak ada yang memuji & menghargai betapa besar peran paku didalamnya.
Tapi yang pasti, santri harus siap ditempa & diuji agar dia bisa berguna. Dan setelah dia menunaikan kegunaanya, harus siap tak nampak. Tenggelam dalam peran tanpa harus memasyhurkan. Jadi, santri kalau sudah pulang harus benar-benar mengayomi masyarakat. Walaupun peranya tidak diakui oleh masyarakat.
Paku merupakan unsur penting dari sebuah bangunan. Setiap bagian pasti membutuhkan pemersatu yaitu paku. Santri juga termasuk elemen penting dalam masyarakat. Ia selalu dibutuhkan di manapun berada. Oleh karena itu santri harus selalu siap & bertanggung jawab ditempatkan dimanapun.
Seseorang yang mengamati keindahan suatu bangunan akan senantiasa mengamati keindahan arsitektur atau kekokohan bangunan tersebut. Tidak ada yang memuji & menghargai betapa besar peran paku didalamnya.
Tapi yang pasti, santri harus siap ditempa & diuji agar dia bisa berguna. Dan setelah dia menunaikan kegunaanya, harus siap tak nampak. Tenggelam dalam peran tanpa harus memasyhurkan. Jadi, santri kalau sudah pulang harus benar-benar mengayomi masyarakat. Walaupun peranya tidak diakui oleh masyarakat.
No comments:
Post a Comment